Mohon tunggu...
Favian Hanif
Favian Hanif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNVY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuliah Mahal, Kelas Menengah Dilarang Sarjana? Imbas Adopsi Kebijakan PTN-BH terhadap Kenaikan UKT

24 Mei 2024   19:04 Diperbarui: 24 Mei 2024   19:36 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TEMPO/M Taufan Rengganis 

Dunia pendidikan tengah diguncang oleh gelombang protes yang disorakkan oleh mahasiswa imbas kenaikan UKT di sejumlah PTN di Indonesia, terutama pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTN-BH. Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap kebijakan yang dinilai memberatkan ini. Kenaikan UKT yang dianggap tidak sebanding dengan peningkatan kualitas pendidikan, serta ketidakmampuan banyak keluarga untuk menanggung beban biaya tambahan ini, memicu kemarahan yang meluas. Para mahasiswa menuntut transparansi penggunaan dana dan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil.

Di tengah kondisi ekonomi yang dinilai semakin sulit, kebijakan ini dianggap tidak hanya sebagai bentuk ketidakadilan, tetapi juga sebagai ancaman nyata terhadap masa depan generasi muda Indonesia. Sementara pemerintah tetap bergeming dan mempertahankan kebijakan ini, suara-suara perlawanan semakin nyaring terdengar, menggema dari kampus-kampus. Mahasiswa tidak hanya menuntut pembatalan kenaikan UKT, tetapi juga reformasi sistem pendidikan yang lebih adil dan merata, mencerminkan semangat perjuangan dan kepedulian mereka terhadap masa depan bangsa.

            Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Abdul Haris memberi keterangan dilansir dari Tempo pada 9 Mei 2024. Beliau menyatakan bahwa tidak ada kenaikan uang kuliah tunggal, melainkan hanya terdapat penambahan kelompok tarif dan rekonfigurasi kelas UKT. Ia juga menambahkan bahwa penambahan kelas dan besaran penetapan UKT telah disesuaikan dengan BKT, merujuk pada Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur tentang besaran BKT bagi Perguruan Tinggi Negari Badan Hukum atau PTN-BH.

            Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTN-BH merupakan lembaga perguruan tinggi yang diseleksi langsung oleh menteri untuk melakukan tugas menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 65 ayat (1).

            PTN-BH memiliki otonomi dalam penyelenggaraan lembaga perguruan tinggi, memungkinkan lembaga tersebut mengelola operasional dan keuangan secara independen. Dengan kekayaan awal dari negara yang dipisahkan kecuali tanah, PTN-BH dapat mengelola sumber daya dan dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel. PTN-BH memiliki kebebasan dalam tata kelola dan pengambilan keputusan, termasuk mengangkat dan memberhentikan dosen serta tenaga kependidikan. PTN-BH juga dapat mendirikan badan usaha, mengembangkan dana abadi, serta membuka dan menutup program studi, memungkinkan adaptasi cepat terhadap perkembangan ilmu dan pasar kerja sesuai dengan Pasal 65 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

            Pendanaan perguruan tinggi, sesuai dengan Pasal 89 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, memiliki beberapa saluran alokasi yang penting. Pasal tersebut menguraikan bahwa anggaran pendidikan dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) akan dialokasikan untuk mendukung biaya operasional Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Secara lebih spesifik, disebutkan bahwa maksimal 30% dari total dana pendidikan yang tersedia dapat digunakan untuk membantu biaya operasional PTN. Alokasi dana ini mencakup berbagai kebutuhan operasional yang penting untuk menjaga kualitas pendidikan dan memastikan keberlangsungan kegiatan akademik serta administratif di PTN. Ayat (5) dan ayat (6) dalam pasal tersebut menjelaskan detail penggunaan dana ini, termasuk kriteria dan prioritas alokasinya.

            Selain pendanaan dari pemerintah, PTN-BH dapat menetapkan sendiri besaran Uang Kuliah Tunggal atau UKT. Besaran UKT kemudian disesuaikan dengan besaran BKT yang terancang untuk masing-masing program studi, sesuai dengan yang tertuang dalam Permendikbud No. 25 Tahun 2020 Pasal 8 ayat (2). Kendati demikian, besaran UKT harus juga disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa dan orang tua mahasiswa sesuai dengan pendapatan pihak yang membiayai mahasiswa. Selain besaran UKT, terdapat kewajiban PTN untuk membuat pengelompokan UKT dengan nilai Rp.0 -- Rp. 500.000 pada kelompok 1 dan Rp. 501.000 -- Rp. 1.000.000 untuk kelompok 2 sesuai dengan pasal 7 ayat (3) yang dimaksudkan untuk memberi subsidi silang bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi.

            Keputusan ini dinilai oleh beberapa kalangan masyarakat dan akademisi sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan biaya kuliah beberapa minggu terakhir. Kewenangan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) untuk menetapkan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dianggap tidak memperhitungkan secara menyeluruh latar belakang ekonomi para mahasiswa. Hal ini menyebabkan ketidakadilan bagi sebagian mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi terbatas, membuat mereka merasakan beban keuangan yang semakin berat dan merasa terpinggirkan dari kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas. Para mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu harus menghadapi kenyataan bahwa biaya kuliah yang semakin tinggi mengancam kelangsungan studi mereka. Kondisi ini memaksa beberapa mahasiswa baru untuk mengambil keputusan berat, yaitu mengundurkan diri dari perguruan tinggi yang mereka impikan.

Keputusan ini juga mengundang kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa kebijakan PTN-BH seharusnya lebih sensitif terhadap kondisi sosial ekonomi mahasiswanya. Perguruan tinggi, sebagai lembaga pendidikan, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan akses pendidikan yang merata dan adil bagi semua kalangan. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan aspek ini dinilai kontraproduktif terhadap tujuan utama pendidikan, yaitu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tanpa diskriminasi. Kenaikan biaya kuliah ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin lebarnya kesenjangan pendidikan di Indonesia, di mana mahasiswa dari keluarga kaya dapat dengan mudah melanjutkan pendidikan mereka, sementara mereka yang kurang mampu terpaksa harus mundur atau mencari alternatif lain yang belum tentu sebanding kualitasnya. Banyak yang berharap agar PTN-BH dapat meninjau kembali kebijakan penetapan UKT dan mempertimbangkan solusi yang lebih inklusif dan adil, agar setiap mahasiswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat mengakses pendidikan tinggi yang layak dan berkualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun