Mohon tunggu...
Favian Hanif
Favian Hanif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNVY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Koreatown, Komunitas Etnis Korea di Tengah Pesisir Barat Amerika Serikat

24 Mei 2024   16:30 Diperbarui: 24 Mei 2024   19:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

32 tahun sudah berlalu sejak kericuhan yang terjadi di tengah Los Angeles, Amerika Serikat. Gesekan etnis antara Afro-Amerika, keturunan Korea, Kaukasia dan polisi yang sudah ada sejak urbanisasi Los Angeles era '65 pecah tepat setalah keputusan juri pada kasus Rodney Glenn King yang dipukuli hingga tewas oleh oknum polisi Los Angeles. Afro-Amerika turun ke jalan memprotes keputusan juri yang kontroversial, memblokade jalan, membakar ban, dan mencoba menjarah toko-toko milik orang Korea di Los Angeles Selatan. Sibuknya kesatuan polisi pada krisis itu membuat para pemilik toko tidak punya pilihan lain selain melindungi sumber mata pencaharian mereka sendiri menggunakan senjata api, mereka akan menetap di atap toko-toko dan menjaga pintu masuk toko mereka dari penjarah dan pelaku vandalisme

Sisi selatan kota Los Angeles merupakan sebuah konsentrasi komunitas imigran Korea yang memutuskan untuk berimigrasi ke Amerika Serikat untuk mencari The American Dreams. Di akhir abad ke-19, ketika Amerika Serikat dan Korea mulai merintis jalan baru dalam sejarah diplomatik dengan menandatangani Perjanjian Amerika Serikat-Korea pada tahun 1882. Perjanjian ini menjadi pembuka pintu yang mengakhiri isolasi diri Korea dan membawa gelombang imigrasi baru ke negeri Paman Sam.

Dimulai dari Hawaii pada akhir 1880-an, imigran Korea mulai berlayar menuju Los Angeles pada awal 1900-an, di mana mereka membentuk komunitas yang berpusat di sekitar gereja-gereja etnis mereka. Perlahan namun pasti, jumlah mereka meningkat menjadi ratusan, dan kegiatan komersial serta residensial mereka meluas ke sudut barat daya distrik bisnis Los Angeles, dekat dengan Little Tokyo dan Chinatown. Sebuah era baru dimulai bagi komunitas Korea di negeri seberang lautan.

Memasuki dekade 1930-an, sekitar 650 warga Korea telah menetap di Los Angeles, membangun gereja, restoran, dan organisasi komunitas yang fokus pada distribusi sayur dan buah. Keberadaan mereka semakin solid dengan pindahnya markas besar Asosiasi Nasional Korea dari San Francisco ke Los Angeles pada tahun 1936. Asosiasi ini menjadi pusat kegiatan politik, budaya, pendidikan, dan agama. Namun, kehidupan mereka tidaklah mudah. Hukum perjanjian rasial dan kendala ekonomi membatasi area tempat tinggal mereka, memaksa mereka untuk tinggal dalam batas-batas wilayah tertentu.

Meski berada di dekat gemerlap industri hiburan Hollywood, seperti yang terlihat dari penyelenggaraan Academy Awards pada awal 1930-an, warga Korea tetap terkucilkan dalam distrik berpendapatan rendah karena kebijakan perumahan diskriminatif. Namun, keputusan Mahkamah Agung pada tahun 1948 dalam kasus Shelley v. Kraemer yang melarang kebijakan perumahan diskriminatif, membuka jalan bagi orang Korea untuk pindah ke utara Olympic Boulevard, mendirikan rumah dan bisnis baru.

Pada akhir 1960-an, wilayah sekitarnya mengalami penurunan ekonomi yang tajam. Wilayah mid-Wilshire yang dulu glamor dipenuhi dengan ruang komersial dan kantor kosong, menarik imigran Korea Selatan yang lebih makmur. Mereka menemukan perumahan yang terjangkau dan banyak membuka bisnis di Koreatown. Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan tahun 1965 yang menghapuskan pembatasan migrasi Asia semakin mendorong pertumbuhan komunitas imigran di Koreatown.

Menjelang akhir 1970-an, sebagian besar bisnis di sepanjang Olympic Boulevard dan 8th Street dimiliki oleh orang Korea, menciptakan ledakan ekonomi yang melahirkan media Korea dan organisasi komunitas, memperkuat identitas komunal di lingkungan tersebut. Pada tahun 1982, warga berhasil melobi pemasangan tanda pertama Koreatown, menandai wilayah ini sebagai pusat utama komunitas Korea di California Selatan.

Perkembangan komunitas etnis yang dilakukan oleh orang Korea ini dapat ditilik melalui kacamata diplomasi. Diplomasi penduduk, sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana penduduk atau individu sipil yang tidak terikat dengan pemerintah melakukan usaha-usaha menjadi ambasador negara asal mereka.

Di tengah gemuruh Koreatown, Los Angeles, kita dapat melihat gambaran nyata dari pergeseran dalam paradigma diplomasi. Bukan lagi sekadar tarian resmi antara negara-negara, namun menjadi sebuah "tarian jazz" yang melibatkan koalisi dari berbagai entitas, termasuk warga biasa. Sejarah Koreatown mencerminkan bagaimana diplomat "warga" ini, dalam bentuk organisasi masyarakat dan kelompok kepentingan non-pemerintah, berkolaborasi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Misalnya, pada masa-masa sulit di akhir 1960-an, ketika wilayah sekitarnya mengalami penurunan ekonomi yang tajam, komunitas Korea yang baru berimigrasi menemukan dukungan dari berbagai kelompok kepentingan, termasuk organisasi masyarakat dan gereja-gereja dan komunitas etnis, yang membantu mereka menemukan perumahan yang terjangkau dan membuka bisnis di Koreatown.

Diplomasi penduduk juga terlihat dalam upaya komunitas Korea untuk melawan diskriminasi dan mencapai integrasi yang lebih baik di Los Angeles. Organisasi-organisasi masyarakat dan kelompok kepentingan non-pemerintah membantu memperjuangkan hak-hak mereka, seperti melalui advokasi hukum untuk melawan kebijakan perumahan diskriminatif. Bahkan setelah larangan kebijakan perumahan tersebut diberlakukan, upaya diplomasi penduduk terus berlanjut untuk memperjuangkan kesetaraan dan kesempatan bagi warga Korea di Koreatown dan sekitarnya. Ini menunjukkan bagaimana kekuatan kolektif dari berbagai entitas non-pemerintah dapat mempengaruhi kebijakan dan mendorong perubahan sosial yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun