Tahun 2022 menjadi tahun bersejarah bagi Indonesia. Pasalnya, selepas KTT G20 di Italia pada 30-31 Oktober 2021 silam, Indonesia resmi mengambil alih mandat Presidensi G20 hingga November 2022 mendatang.
Dipercayakannya Indonesia dalam memimpin forum G20 membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis.
Kabarnya, perhelatan Presidensi G20 dapat mendorong percepatan pemulihan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Apakah kabar tersebut benar adanya? Ataukah hanya sekadar wacana belaka? Lantas, seberapa besarkah manfaat yang kelak didapat? Apakah manfaatnya akan dirasakan semua pihak?
Barangkali, beberapa pertanyaan di atas terlampau dini untuk dijawab, jika tidak dibarengi dengan pemahaman pada landasan informasi yang menopangnya. Sebagai pengantar, penting untuk dipahami terlebih dahulu mengenai G20 itu sendiri.
G20 adalah sebuah forum kerja sama multilateral yang berorientasi pada pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif. Indonesia telah menjadi negara anggota G20 semenjak awal didirikannya forum tersebut, yaitu pada tahun 1999.
G20 memiliki 20 anggota yang terdiri atas 19 negara dan Uni Eropa. Keanggotaannya merupakan kombinasi dari negara maju dan negara berkembang dengan perekonomian yang besar, diukur berdasarkan besaran PDB yang dihasilkannya.
Keberadaan forum G20 mampu meresonansi kemajuan dan stabilitas perekonomian secara global dari waktu ke waktu. Terbukti pada krisis keuangan 2008 silam, G20 menginisiasi paket stimulus fiskal dan moneter yang terkoordinasi, dalam skala yang sangat besar.
Stabilitas Ekonomi
Pembentukan G20 menitikberatkan pada tujuan mengakomodasi kepentingan semua negara, terutama dalam hal stabilitas ekonomi.
Hal tersebut sejalan dengan 5 pilar Presidensi G20 Indonesia 2022, antara lain memperkuat lingkungan kemitraan, mendorong produktivitas, meningkatkan ketahanan dan stabilitas, memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, dan kepemimpinan kolektif global yang lebih kuat.