Mohon tunggu...
Fauzul Muna
Fauzul Muna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa kreatif dan inovatif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik di Indonesia

19 Januari 2023   23:09 Diperbarui: 19 Januari 2023   23:14 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menelaah mengenai perlindungan hukum korban tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa Perlindungan hukum korban tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik di Indonesia Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bentuk perlindungan tersebut, yakni adanya sanksi pidana yang cukup berat bagi pelaku, yakni berupa pidana penjara dan/atau denda, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022.

Kata kunci: Elektronik, Kekerasan Seksual, Korban, Perlindungan Hukum

Pendahuluan

Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi telah berjalan sedemikian rupa, sehingga pada saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan langkah bisnis selanjutnya.[1] Secara alamiah, manusia tidak mungkin dilepaskan dari kemajuan teknologi yang tujuannya adalah untuk memudahkan kehidupannya. [2] 

Konvergensi antara teknologi telekomunikasi, media dan informatika menghadirkan suatu sarana baru yang disebut dengan internet,[3] dan dengan internet maka manusia dapat melakukan aktivitas layaknya kehidupan di dunia nyata (real life), manusia dapat melakukan berbagai hal dan berbagai aktivitas di dunia internet.

Contoh lain dengan dipergunakannya media internet adalah sebagai sarana pendukung dalam pemesanan/reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api), hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, telah membuat konsumen semakin nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitasnya. Konsumen tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan karena proses pemesanan/reservasi dapat dilakukan di dalam rumah, kantor, bahkan di dalam kendaraan, begitu pula tingkat keamanan dalam bertransaksi relatif terjamin karena transaksi dilakukan secara online.[4]

Kehadiran dan Perkembangan teknologi internet tersebut, menggoda pihak-pihak yang berniat jahat untuk menyalahgunakannya, yang dalam perspektif ini, teknologi bisa dikatakan juga merupakan faktor kriminogen, yakni faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat  jahat atau memudahkan terjadinya tindak kejahatan atau tindak pidana, salah satunya adalah tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik.

Kekerasan seksual adalah suatu kejahatan yang dapat terjadi di mana dan kepada siapa pun, termasuk kepada perempuan yang terjadi di media massa. Bentuk-bentuk kekerasan seksual di media massa saat ini didominasi dalam bentuk daring, seperti, seperti perundungan (cyberbullying), peleceh-an seksual (sexual harassment), ujaran kebencian (hate speech), penghinaan bentuk tubuh (body shaming) yang tidak hanya terjadi kepada perempuan dewasa, tetapi juga perempuan yang masih dalam kategori anak.[1]

Perempuan dan anak-anak lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual karena dalam budaya patriarki, memposisikan perempuan lebih rendah dibanding laki-laki dan perempuan direduksi menjadi objek seksual.[2] Perempuan dan anak-anak dari segi psikis dan fisik tentunya lebih lemah jika dibandingkan dengan laki-laki. Terlebih sebagai korban, perempuan dan anak-anak mudah percaya dengan kebaikan orang lain meskipun kebaikan tersebut hanya menjadi alat untuk menguasai korban. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan tindak pidana kekerasan seksual ini sulit dihindari.[3] 

Korban kekerasan seksual mengalami trauma yang sangat berat, terlebih tindak pidana kekerasan seksual ini memanfaatkan internet sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana dengan menyebarkan gambar/foto  maupun video korban sebagai bentuk ancaman agar korban mau menuruti kepentingan pelaku tindak pidana. Rasa malu, depresi hingga ingin bunuh diri merupakan akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana kekerasan berbasis elektronik yang dialami oleh korban, sehingga sangat penting bagi korban untuk mendapatkan perlindungan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun