Menariknya lagi, ratusan studi ilmiah soal kebahagiaan menemukan kalau kebahagiaan justru yang mengantarkan kita untuk sukses hampir di setiap aspek dalam hidup, mulai dari hubungan percintaan, pekerjaan, kesehatan, hingga kreativitas. Tidak aneh, banyak perusahaan besar justru mulai mengintegrasikan aspek fun atau kesenangan ke dalam kantor mereka dengan harapan membuat karyawannya bahagia.
Ada sebuah studi yang menarik. Studi ini mengukur tingkat dasar perasaan positif dari 272 karyawan yang ada di sebuah perusahaan, lalu mengukurnya dan membandingkannya dengan kinerja mereka selama periode 18 bulan. Peneliti menemukan, karyawan yang dasarnya bahagia berakhir dengan laporan evaluasi kinerja yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi.
Menariknya, orang yang sukses ini tidak melihat kebahagiaan sebagai hadiah atas kerja keras dan pencapaian mereka. Melainkan mereka sukses karena mindset positif yang membuat mereka bisa menjalani hidup dengan maksimal. Ini adalah keunggulan bagi orang yang punya mindset positif.
Mungkin bagi beberapa orang mereka merasa dirinya bukanlah orang yang selalu happy. Beda dengan rekan kerjanya yang terlihat begitu ceria. Tapi kenyataannya semua orang bisa mencapai keuntungan ini karena hanya soal perilaku dan konsistensi.
Kedua, pandangan kita soal dunia mengubah segalanya.
Jika kamu punya anak atau punya saudara, pasti ada masanya ketika kalian sedang bercanda hingga akhirnya anak kecilnya menangis. Lalu biasanya kamu berusaha sebisa mungkin untuk membuat si kecil berhenti menangis agar tidak mengadu kepada orang tua. Biasanya dengan cara buat lelucon atau memuji anak kecil itu.
Nah, kenapa hal ini berhasil? Kenapa kata-kata yang diucapkan bisa mengubah pengalaman kita dalam hal rasa sakit dan penderitaan? Otak kita harus memutuskan apakah harus menggunakan energinya untuk pengalaman rasa sakit negatif dan stres atau menggunakan energi yang sama namun ke arah pengharapan, optimisme dan penuh makna. Inilah kenapa ketika kita membujuk anak kecil untuk berhenti menangis itu bisa berhasil karena anak kecil itu harus memilih antara 2 hal, entah merasakan sakit atau tertawa di waktu bersamaan. Sudut pandang ini yang harus kita pahami dalam menjalani kehidupan sehari-haru.
Sebagai contoh, pada tahun 1979 sekelompok laki-laki tua berusia 75 tahunan menjalani sebuah eksperimen di mana mereka diminta untuk tinggal di sebuah lokasi yang dibuat sedemikian rupa menyerupai tahun 1959 dan mereka diminta untuk menyesuaikan diri di sana. Mulai dari gaya busana, koran dan sebagainya. Ibaratnya mereka sedang kembali ke masa lalu dan melihat dunia dalam kacamata seorang yang berusia 55 tahun.
Menariknya ketika mereka menjalani tes yang berhubungan dengan kekuatan fisik, postur tubuh kognisi dan ingatan jangka pendek, mayoritas peserta justru mencetak nilai yang bagus. Uniknya dengan mengubah persepsi, maka aspek lain dalam hidup mereka meningkat.
Ketiga, bahagia itu manfaatnya, bukan cuma untuk diri sendiri.
Oke bagaimana caranya untuk jadi orang yang lebih positif?