PENDAHULUAN
Perkawinan adalah merupakan perpaduan dua insan, dalam suatu ikatan untuk menjalani hidup besama. Dan ketika dalam menjalani samudra kehidupan tidaklan akan pernah berjalan mulus, seperti apa yang ada di dalam angan. Setiap pasangan suami istri dalam kehidupan perkawinan tentulah akan dihadapkan pada berbagai masalah rumah tangga. Misalnya saja masalah keuangan, masalah keluarga, masalah anak, masalah kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dan lain sebagainya. Tiap pasangan suami istri tentu mempunyai cara untuk menyelesaikan masalah. Tapi, tidak jarang pasangan suami istri yang tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga perceraian dijadikan sebuah penyelesaian.
Di kutip dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/ yang diakses pada 12 December 2014 Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data, pada 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268. Di tahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen yakni 216.286 peristiwa. Sementara, pada tahun berikutnya, yakni 2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak 2.207.364. Adapun peristiwa perceraian di tahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun sebelumnya yakni berjumlah 285.184 peristiwa.
Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa. “Berikutnya pada 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah 372.577.” Pada pendataan terakhir yakni 2013, jumlah peristiwa nikah menurun dari tahun lalu menjadi sebanyak 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat perceraiannya meningkat menjadi 14,6 persen atau sebanyak 324.527 peristiwa pada tahun 2014.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kekhawatirannya akan tingginya tingkat perceraian di Indonesia. “Kebanyakan peristiwa cerai dimulai dari sang istri yang mengajukan gugatan, bukan pihak suami yang memberi talak,” katanya beberapa waktu lalu. Makanya, perlu dilakukan kajian lebih lanjut soal fenomena perceraian ini. Agar pada akhirnya diperoleh solusi menekan angka perceraian, dan mendapatkan situasi rumah tangga yang sehat.
Untuk menekan angka perceraian penting sekali diadakan konseling, baik konseling pernikahan maupun konseling keluarga khususnya bagi pasangan muda yang secara emosional kurang matang dalam mangarungi bahtera rumah tangga.
PEMBAHASAN
Pernikahan dan keluarga merupakan rentetan alur dimana sebelum memasuki area keluarga, maka adanya pasangan laki-laki dan perempuan sebagai calon mempelai laki-laki atau perempuan melakukan tahap penyesuaian diri. Tahap ini disebut tahap pra nikah. Sebelum adanya keluarga diawali dengan pra nikah, kemudian masuk pada area pernikahan baru terbentuknya keluarga kecil yang terdiri dari suami dan istri. Dalam keluarga kecil akan lahirnya anak dalam keluarga melengkapi keluarga tersebut.
Akan tetapi harapan dari pernikahan saat memasuki area keluarga tidak selalu seperti yang diharapkan. Harapan saat pernikahan dengan adanya problem saat berkeluarga dapat berdampak pada perceraian. Adapun penyebab dari persoalan ini disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidak harmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Dari hal tersebut, mengindikasikan bahwa pertengkaran dan perceraian semakin meningkat.
Menurut Gibson and Mitchell (2011:178), menyatakan bahwa stress terbesar yang muncul selama proses perceraian dialami anak, dan penyesuaian semua pihak sesudahnya harus bisa terdokumentasikan dengan baik hingga mencakup sejumlah problem seperti perasaan gagal yang sering menyertai perceraian, dan juga emosi-emosi negatif lain seperti marah, menyesal, atau depresi. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa hasil dari perceraian saat proses ataupun setelah terjadi perceraian adalah masalah-masalah yang dialami anak. Anak akan tinggal dengan salah satu orang tua kemudian menimbulkan tekanan bagi dirinya untuk menyesuiakan diri. Masalah semakin kronis jika anak pada tahap stress dan mengucilkan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
Dari keterangan tersebut diperlukannya bimbingan dan konseling di dalam pernikahan dan keluarga dengan konselor sebagai pelaksanya agar hal-hal tersebut dapat diatasi ataupun mencegah problem-problem yang muncul dalam lingkungan pernikahan maupun keluarga. Akan tetapi, bantuan konseling yang efektif bagi keluarga dan pasangan di masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan sehingga dirasa sulit.
Perlunya bimbingan dan konseling dalam pernikahan disebabkan adanya latar belakang yang ada. Menurut Walgito (2004:7-9), ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa diperlukan bimbingan dan konseling perkawinan, yaitu:
a. Masalah Perbedaan Individual
Masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tiap individu akan memiliki perbedaan sifat dalam segi fisiologi maupun psikologik. Masing-masing individu memiliki perasaan yang berbeda dengan individu lain. Dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa masing-masing individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada masalah yang diselesaikan dengan cepat, lambat, ataupun tidak dapat diselesaikan. Masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri, maka perlu bantuan orang lain yaitu konselor.
b. Masalah Kebutuhan Individu
Tiap manusia memiliki kebutuhan tertentu, kebutuhan merupakan pendorong timbulnya tingkah laku untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu yang individu harapkan. Terkait hal diatas dapat diketahui bahwa perkawinan merupaka usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam individu tersebut.
c. Masalah Perkembangan Individu
Indivudu merupakan makhluk yang berkembang dari masa ke masa, dimana individu mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan. Dalam perkembangan ini adakalanya individu mengalami kesulitan-kesulitan dan dengan adanya hal itu diperlukanya konseling.
d. Masalah Latar Belakang Sosio-Kultural
Perkembangan individu menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, dan perubahan tersebut akan mempengaruhi individu sebagai anggota masyarakat. Sesuai perkembangan zaman dimana individu dihadapkan pada perubahan-perubahan sehingga keadaan itu menimbulkan berbagai macam tantangan dan tuntutan terhadap kebutuhan individu.
Dengan adanya bimbingan dan konseling, individu diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya. Terkait dengan sebelum pernikahan ataupun dalam pernikahan, individu dapat memahami posisi yang akan dicapai setelah pernikahan sehingga dapat menyesuiakan diri dengan problema-problema yang ada sehingga dapat mencegah problema-problema yang akan muncul.
Menurut Pujosuwarno (1994:11), menyatakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Dari penjelasan ini dapat dibuat unsur-unsur didalamnya yaitu:
a.Keluarga merupakan perserikatan hidup anta manusia yang paling dasar dan kecil.
b.Perserikatan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.
c.Perserikatan itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
d.Adakalanya keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau perempuan saja dengan atau tanpa anak-anak.
Adapun dari keluarga akan memiliki fungsi-fungsi dalam keluarga. Keluarga akan tentram, damai dan sejahtera jika fungsi-fungsi di dalam keluarga berjalan dengan baik. Tetapi jika fungsi-fungsi di dalam keluarga tidak dapat dilaksanakan oleh anggota keluarga dengan baik, makan akan menimbulkan problema-problema di dalam keluarga. Berikut merupakan fungsi-fungsi keluarga menurut Pujaswarno (1994:13) yaitu:
a.Fungsi pengaturan seksual
b.Fungsi reproduksi
c.Fungsi perlindungan dan pemeliharaan
d.Fungsi pendidikan
e.Fungsi sosialisasi
f.Fungsi afeksi dan rekreasi
g.Fungsi ekonomi
h.Fungsi status sosial
Fungsi-fungsi didalam keluarga tersebut harus dijalankan oleh seluruh anggota keluarga agar tidak menimbulkan masalah didalam keluarga. Sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 BAB IV pasal 30 menyebutkan bahwa “Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susuna masyarakat”. Artinya bahwa didalam keluarga, suami dan istri memiliki suatu kewajiban yang luhur. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan oleh suami dan istri. Jika kewajiban tersebut tidak dilaksankan akan menimbulkan masalah yang dapat meluas dan bisa menimbulkan perceraian yang berdampak pada anak. Selain itu, pada pasal 31 juga adanya hak yang diperoleh dari sumai atau istri, yaitu:
a.Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
b.Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c.Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Dengan adanya aturan tentang perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka telah diatur hak dan kewajiban dari suami dan istri yang diharapkan menjadi keluarga bahagia. Keluarga yang bahagia akan meminimalkan masalah-masalah yang akan timbul. Jika dalam keluarga tidak ada kebahagiaan, maka akan menimbulkan persoalan-persoalan dari suami, istri, atau dari anak-anaknya dari tingkat ringan, sedang maupun berat yang serius dan mengganggu kehidupan manusia didalam keluarga maupun di luar keluarga. Jika problema tersebut tidak terselesaikan akan tertekan jiwanya. Jika tekanan jiwa secara terus menerus makan akan menimbulkan gangguan jiwa. Jika terus menerus terbiarkan maka akan menimbulkan sakit jika dan bukan lagi menjadi sasaran bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling diperlukan yang bertugas membantu seseorang dalam mencegah datangnya problem (usaha preventive/ pencegahan), mempertahankan agar seseorang tetap pada keadaan yang telah sedemikian baik (usahapreventive/ pencegahan) dan membantu seseorang dalam menemukan dan memecahkan problema (usaha currative/ pengobatan) (Pujosuwarno, 1994:70).
Adapun problem-problem keluarga menurut Pujosuwarno (1994:72) akibat dari tidak berfungsinya keluarga yaitu Problem Seks, Problem Kesehatan, Problem Ekonomi, Problem Pendidikan, Problem Pekerjaan, Problem Hubungan Intern dan Antar Keluarga. Problema tersebut harus segera ditangani agar terselesaikan dan tidak menimbulkan dapat yang lebih luar yang berujung pada perceraian. Dengan hal tersebut, ada jenis-jenis konseling keluarga, yaitu:
a. Diagnosis dan Konseling Keluarga oleh Ackerman
Tekanan teori ini pada kejadian yang sederhana dan kausal. Keluarga-keluarga yang mengalami masalah memahami bahwa di dalam keluarga tersebut sedang ada kekacauan. Sehingga diagnosis dan putusan dari pemecahan masalah harus ditanggapi oleh seluruh anggota keluarga.
b. Konseling Keluarga secara bersama-sama oleh Sair
Pada teori ini, dituntut agar suami dan istri hadir pada wawancara konseling di pertemuan pertama sehingga akan diketahui kebutuhan-kebutuhan suami dan istri dalam rangka menggali infromasi tentang masalah yang sedang dialami. Dalam konseling ini, seluruh anggota keluarga harus berperan serta menyelesaikan masalah dari suami, istri dan anak-anak. Konselor harus mampu mengerti dan menerima kondisi keluarga tersebut terutama pada anak-anak.
c. Konseling Keluarga berdasarkan Triad
Triad mengembangkan konseling keluarga berdasarkan hubungan antara 3 orang atau lebih dalam keluarganya, yaitu:
1.Antara anak – ibu – anak
2.Antara anak – ayah – anak
3.Antara ayah – anak – ibu
Karena adanya pertentangan dalam keluarga melibatkan 2 orang atau lebih, maka konselor harus bisa menjadi penengah.
d. Konseling Kelompok Keluarga oleh Bell
Bell mementingkan konseling agar memfungsikan pentingnya hubungan dalam keluarga sebagai cara untuk memperkuat hubungan sebagai suatu kelompok. Peningkatan komunikasi keluarga sebagai cara yang paling baik untuk pemecahan masalah keluarga dengan beberapa ajaran sebagai berikut:
1) Sifat yang lebih fleksibel
2) Lebih terbuka
3) Langsung
4) Jelas dalam berkomunikasi
5) Disiplin
e. Konseling Tingkah Laku Keluarga oleh Liberman
Konseling ini menekankan pada kesepakatan antara pribadi (konselor dan anggota keluarga) untuk mengubah problema tingkah laku yang lebih sesuai. Tetapi perlu keuletan dari konselor.
f. Konseling Dampak Ganda oleh Gregor
Konseling ini dengan melihat terlebih dahulu gangguan atau krisis yang dialami pada masa remajanya. Konseling ini melibatkan orang-orang yang ada hubungannya dengan keluarga (saudara, tetangga, teman, dll). Proses pertemuan ini dengan pertemuan antara konselor, klien, keluarganya dan orang-orang yang berkaitan kemudian diwawancara dan diskusi bersama.
g. Campur Tangan Jaringan Sosial oleh Speck
Speck menjelaskan bahwa keterlibatan seluruh anggota keluarga yang bermasalah yang kira-kira berjumlah 40 orang. Kemudian salah satu diantara mereka dipilih sebagai pemimpin jaringan sosial yang memiliki kharisma, perasaan, peka terhadap kelompok, empati, dan perasaan terhadap suasana hati kelompok. Sehingga tercipta perasaan keatuan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dapat simpulkan bahwa penting diadakan konseling baik konseling keluarga maupun konseling individu untuk menekan angka perceraian. proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individu. Fokus dalam konseling keluarga adalah pada sistem keluarga yang melibatkan seluruh amggota keluarga atau yang berkaitan. Oleh karena itu, tidak peduli pada jumlah yang terlibat. Konselor keluarga cenderung mengkonsepkan pada problema bedasarkan prespektif sistem. Intervensi dalam konseling keluarga menekankan pada relasi dan komunikasi. Sehingga tercapai tujuan yang diinginkan yaitu perubahan struktur keluarga dan memodifikasi perilaku anggota keluarga sehingga menjadi pondasi kuat yang mandiri.
Adapula permasalah yang timbul yaitu pola karier ganda (suami dan istri sama-sama bekerja), pola orang tua tunggal, pengasuhan anak kepada babysister dan penitipan anak, pergaulan bebas sering disertai kekerasan, dan penyalahgunaan obatm alkohol, dan geng.
Dengan berbagai permasalahan yang timbul dalam pernikahan dan keluarga, diperlukan konselor dalam bidang bimbingan dan konseling. Kegiatan konseling pernikahan dan keluarga dapat dilakukan dalam format tatap muka, lisan atau tertulis. Format tatapmuka dimaksudkan adanya pertemuan antara konselor dan klien. Format lisan yaitu dengan adanya pemberian layanan secara klasikal di kelurahan, RT, ataupun di sekolah dan perguruan tinggi sehingga tercapai sasaran. Secara tertulis yaitu dengan buku-buku karya konselor yang pasti berbeda dengan karya psikolog, pengacara, dan pekerja sosial yang berbeda pandangan.
DAFTAR PUSTAKA
Corey Gerald. 2013. Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Bandung: refika aditama
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/ diakses pada 12 December 2014
Gibson, Robert L dan Marianne H Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://deewaiu258.blogspot.com/2012/03/masalah-dan-penyakit-yang-sering.html
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Kartadinata, S. 2007. Seri Landasan dan Teori bimbingan dan Konseling. Www.upi.edu.
Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta: Menara Mas Offset
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling Pernikahan. Yogyakarta: Andi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H