Mohon tunggu...
Fauzul Mutmainah
Fauzul Mutmainah Mohon Tunggu... -

pshycology student UIN Maliki Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Derita Nenek dengan Alzheimer

12 Desember 2014   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:28 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kali ini saya tertarik untuk menulis tentang sebuah syndrome, syndrome ini bernama Alzheimer. Mungkin temen-temen jarang mendengar namanya, keren namanya namun syndrome ini amat mengerikan. Alzheimer syndrome ini banyak diangkat dalam film baik film Indonesia maupun film barat.

Suatu ketika saya mengikuti program wajib kampus  yaitu Kuliah Kerja Mahasiswa berbasis masjid yang menempatkan saya di desa Wonokasian kecamatan Turen- Malang. Dalam satu kelompok terdapat 13 anggota dari berbagai fakultas dan jurusan. Banyak hal yang kami pelajari ketika terjun di masyarakat, salah satunya yang menarik untuk saya amati karena saya mahasiswi psikologi yaitu tentang seorang nenek tua yang tinggal di sebelah masjid tempat kami mangajar TPQ.

Sebut saja nenek A, Nenek A tinggal sendirian bersebelahan rumah dengan anaknya yang sudah berkeluarga. Ketika awal kami mengadakan acara buka bersama di masjid sebagai perkenalan awal, kami mengamati satu persatu orang yang hadir dan yang paling menarik sejak awal yaitu nenek A tersebut, salah seorang ibu membisikan kepada kami untuk tidak menghiraukan ketika nenek A bicara, kami tidak sempat menyakan alasan mengapa ibu-ibu banyak yang memberitahu kami tentang hal tersebut, namun lama-lama kami mengerti nenek tersebut bicaranya tidak terarah dan berulang-ulang dalam menanyakan sesuatu.

Dugaan saya orang tersebut mengidap pikun biasa akibat penuaan karena pada saat itu saya belum menerima mata kuliah tentang Alzheimer. Meski terlihat seperti orang biasa namun nenek A memang sering bersikap aneh, nenek A sering mendatangi tempat kami tinggal dan menanyakan perabot rumahnya yang menurutnya kami pinjam, padahal kami tidak pernah sekalipun meminjam perabot rumhanya, hal itu berulang kali beliau lakukan saat kami berada di sana. Ketika kami mengajar ngaji di masjid depan rumahnya, nenek A juga hampir setiap hari mendatangi kami dengan membawa AlQuran untuk ikut mengaji bersama anak-anak TPQ, namun nenek A menanyai kami secara terus menerus bahkan pada cucu-cucunya yang ikut mengaji tidak beliau kenali.

Banyak yang nenek A tidak kenali di sekitar rumah beliau tinggal, bahkan pada anak kandungnya sendiri lupa. Sering juga ketika beliau pulang dari sungai untuk mandi dan mencuci lupa jalan manuju rumahnya. Alasan anaknya tidak mau tinggal bersama adalah karena menurutnya nenek tersebut membahayakan cucu-cucunya. Nenek tersebut sering tiba-tiba marah kepada cucunya dan memukul cucunya, padahal sebelumnya nenek tersebut sangat baik dan lembut. Anak dari nenek A menganggap ibunya tersebut mengalami kelainan mental, bahkan orang sekitar juga menganggap demikian. Padahal jika di teliti nenek tersebut tidak memenuhi kriteria gangguan mental dan lebih mengarah pada penyakit Alzheimer. Amat menyedihkan sekali karena hingga akhir hayat nenek A tidak menerima perlakuan yang baik karena orang sekitar yang tidak memahami penyakit yang diderita oleh nenek A.

Alzheimer merupakan penyakit otak progresif yang ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi intelektual secara berangsur-angsur, perubahan kepribadian, dan akhirnya hilangnya kemampuan untuk merawat diri sendiri (Nevid dkk, 2012) . Meskipun berhubungan dengan kuat dengan penuaan, AD (Alzheimer’s Desease) merupakan penyakit dan bukan merupakan konsekuensi dari penuaan yang normal (Butler dalam Nevid dkk, 2012).

Seperti yang dialami oleh nenek A, penderita AD mungkin mengalami kebingungan atau waham dalam pemikiran mereka dan mungkin merasakan bahwa kemampuan mental mereka menghilanh tetapi tidak dapat memahami mengapa hal tersebut terjadi. Kebingungan dan ketakutan mungkin membawa pada waham paranoid atau keyakinan bahwa orang yang mereka cintai mengkhianati mereka, merampok mereka, atau tidak peduli pada mereka. Mereka mungkin melupakan nama-nama orang yang mereka cintai atau tidak dapat mengenali mereka. Mereka bahkan mungkin lupa nama mereka sendiri (Nevid dkk, 2012).

Penyakit Alzheimer ini sangat sulit untuk diatasi namun ada beberapa obat yang memperlambat perkembangan penyakit ini. Intervensi social seperti: program pelatihan ingatan dapat membantu mengoptimalkan kemampuan yang masih tersisa (Nevid dkk, 2012). Orang yang berada disekitar penderita alangkah baiknya jika menuntun orang yang menderita Alzheimer agar tidak merasakan pedihnya kebingungan yang dialami.

naudzubillaahhh ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun