Pendahuluan
      Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Rata-rata curah hujan di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 2.000 -- 3.000 mm/tahun. Namun kondisi curah hujan pada masing-masing wilayah berbeda. Variasi curah hujan harian sebabkan faktor topografi seperti bukit, pegunungan dan variasi hujan bulanan atau musiman dipengaruhi oleh angin darat dan laut serta variasi hujan tahunan dipengaruhi oleh perilaku sirkulasi atmosfer global dan kejadian badai (Oni).
Pola curah hujan di Indonesia dibagi menjadi tiga, pola Moonson, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola Moonson memiliki ciri bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan) yaitu sekitar bulan desember. Pola ekuatorial memiliki ciri pola hujan bimodal (dua puncak musim hujan) yang biasa terjadi pada bulan Maret dan Oktober sedangkan pola lokal mempunyai ciri pola hujan unimodal namun berlawanan arah dengan pola moonson (Oni). Pola moonson berada di pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian pulau Sumatera. Pola ekautorial berada di wilayah sepanjang garis khatulistiwa dan pola lokal berada di wilayah Ambon (Maluku). Pada Gambar 1 menunjukkan perubahan normal pola curah hujan yang dialami beberapa wilayah di Indonesia.
Sumber : http://www.bmkg.go.id/iklim/perubahan-normal-curah-hujan.bmkg
Hujan adalah jatuhnya hidrometeor yang berupa partikel-partikel air berdiameter 0,5 mm atau lebih (Sri, dkk, 2015). Air hujan dapat diukur berdasarkan volume air hujan per satuan luas. Sehingga jika curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/m2. Hujan merupakan sumber air yang sangat melimpah. Air hujan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk air minum dan air resapan. Jatuhnya air hujan menghasilkan energi potensial yang berpeluang menghasilkan listrik.Â
Kondisi curah hujan yang cenderung tinggi menjadikan air hujan sebagai sumber energi terbarukan. Energi potensial yang dihasilkan air hujan saat jatuh ke tanah dapat dirubah menjadi listrik menggunakan teknologi Piezoelektrik. Piezoelektrik merupakan material yang dapat merubah energi mekanik menjadi listrik dan juga sebuah elemen sensor yang bekerja akibat adanya gaya tekanan (Atiek, dkk, 2013). Sehingga melalui teknologi Piezoelektrik, air hujan dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik.
Hujan dan Piezoelektrik
      Hujan merupakan fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi yang sangat dipengaruhi oleh iklim. Peran hujan sangat besar bagi kehidupan untuk memenuhi kebutuhan air. Hujan dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan kondisi iklimnya, diantarnya hujan siklonal (hujan yang terjadi karena udara panas dan angina yang berputar), hujan zenithal (hujan yang sering terjadi di daerah ekuator), hujan orografis (hujan yang terjadi karena udara mengandung uap air yang bergerak horizontal), hujan frontal (hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara panas) dan hujan muson (hujan yang terjadi karena adanya pergerakan semu tahunan matahari antara garis balik utara dan garis balik selatan). Selain itu hujan terbagi menjadi lima tingkatan berdasarkan intensitas hujannya (ukuran jumlah hujan per satuan waktu) yang ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya
      Berdasarkan intensitas hujan yang terjadi di Indonesia, air hujan dapat dijadikan sebagai sumber listrik yang didukung oleh variasi hujan harian atau musiman. Teknologi untuk mengkonversi energi yang dihasilkan oleh air hujan menjadi energi listrik dinamakan Piezoelektrik. Jacques dan Pierre Curie yang menemukan pertama kali bahan piezoelektrik pada tahun 1880. Efek piezoelektrik terjadi jika medan listrik terbentuk ketika material diberi tekanan atau regangan.Â