Mohon tunggu...
Fauzi Yusupandi
Fauzi Yusupandi Mohon Tunggu... -

Menulis dan membaca adalah kesukaan ku saat ini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tangtangan Indonesia dalam Menghadapi AFTA 2015 (Sekularisasi Pendidikan dan Budaya yang Terkontaminasi)

3 Maret 2014   16:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Asean Free Trade Area (AFTA) merupakan bentuk kesepakatan dari negara-negara di ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas di Asia Tenggara guna meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. AFTA lahir di Singapura pada tahun 1992 saat pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit ke-4). Pada tahun 2003 di Bali, kembali diadakan pertemuan kepala negara ASEAN dan disepakati 3 (tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN VISION 2020 yang dipercepat menjadi tahun 2015, yaitu : (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community dan (3) ASEAN Socio-Cultural Community. Namun, tidak hanya persaingan antar negara ASEAN saja karena tiga raksasa Asia pun terlibat dalam arus perdagangan bebas ini yaitu China, Korea Selatan dan Jepang bahkan India dan Australia pun meramaikan arus perdagangan bebas ASEAN ini.

SDM kita sudah siapkah?

Tahun 2015 akan menjadi pertarungan ekonomi global yang secara tidak langsung akan terjadi perang pemikiran yang begitu hebat juga. Poin yang paling penting untuk diperhatikan dalam hal ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa kita karena mau bagaimana pun yang akan menjadi obyek utama dalam persaingan ekonomi global adalah manusianya. Ketika SDM menjadi poin pentingnya maka hal itu berkaitan dengan pembinaan dan juga pendidikan. Kondisi pendidikan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, bukan karena anak didik nya jarang berprestasi dan juga bukan karena guru-guru nya sering tidak masuk tapi karena nilai-nilai ketuhanan di kawasan pendidikan di Indonesia telah berkurang. Bangsa ini bercita-cita untuk menciptakan masyarakat yang bermoral dan berbudi pekerti luhur namun pada kenyataannya ruhaniyah para anak didik kurang terbina oleh guru-guru di sekolah ataupun oleh pemerintah. Sehingga ketika 2015 itu hadir maka akan banyak arus pemikiran-pemikiran yang datang dari luar negeri yang bisa saja membuat SDM kita ini lemah bahkan jasa dan pemikirannya kalah bersaing dengan orang luar negeri. Sebetulnya yang menjadi permasalahan adalah bukan kapasitas dalam ilmu sains dan teknologi akan tetapi dalam hal ilmu ketuhanan yang menyebabkan anak didik bangsa ini banyak melakukan pelanggaran hukum seperti narkoba, minuman keras, pemerkosaan, pencurian atau bahkan sampai bertengkar (tawuran) antar sekolah. Hal paling kecil saja seperti kedisiplinan dalam masuk jam sekolah ataupun dalam berpakaian masih saja dilanggar dengan mengutarakan berbagai banyak alasan yang tidak masuk akal. Inilah yang dimaksud sekularisasi pendidikan, anak didik kita bahwa kehidupan duniawi dan agama itu tidak perlu dicampur adukkan padahal dua aspek itu saling berkaitan erat dalam kehidupan ini. Contoh yang tadi dipaparkan seperti narkoba sampai perkelahian itu pertanda bahwa anak didik bangsa ini kurang mendapatkan pemahaman mengenai hal-hal itu yang berkorelasi dengan nilai-nilai ketuhanan. Tentu saja ini tidak terlepas dari peran sang pendidik pula untuk bagimana memberikan arahan mengenai itu karena kalau hanya mengandalkan pelajaran agama yang hanya dua jam/minggu itu akan sangat amat sulit untuk bisa memahamkan anak didik kita. Ada hal yang dikhawatirkan ketika AFTA itu hadir yaitu ketika kondisi masih seperti ini dan pemahaman orang luar Indonesia ini terus mengalir deras terhadap anak didik kita maka identitas bangsa ini akan semakin tidak jelas. Cita-cita pendidikan bangsa ini yaitu menciptakan masyarakat yang bermoral, bermartabat dan berbudi pekerti luhur akan semakin sulit untuk diwujudkan karena sesungguhnya identitas bangsa kita ini bangsa yang beragama Akan sulit untuk mencegah arus pemikiran orang luar negeri ketika nilai-nilai ketuhanan itu sedikit disampaikan kepada anak didik kita. Jika pelajaran agama sulit untuk ditambahkan jam nya, maka dianjurkan kepada tenaga pendidik nya untuk bisa menyampaikan dan membina anak didik nya meskipun bukan seorang guru agama karena hal itu yang sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Atau akan lebih baik jika pelajaran agama dijadikan pelajaran wajib, ditambahkan jam nya atau bahkan sampai pelajaran agama ini menjadi mata pelajaran yang ada di Ujian Nasional. Itu akan sangat membantu mengembalikan identitas bangsa ini yakni bangsa beragama.

Lalu bagaimana dengan budaya bangsa kita?

Ketika berbicara pendidikan di awal tadi maka poin yang selanjutnya adalah bagaimana perilaku bangsa kita atau bisa kita sebut budaya bangsai in yang sudah mulai terkontaminasi oleh budaya-budaya barat. Dalam segi fashion bangsa ini sudah mulai terjadi pergeseran budaya dalam hal itu yang biasanya orang-orang timur itu terkenal dengan kesopanan dalam berpakaian namun saat ini bangsa kita cenderung menggunakan pakaian-pakaian yang di budaya kita itu sangat tidak sopan dan itu terjadi di kota-kota besar atau sekarang ini sudah mulai masuk ke daerah-daerah pedesaan. Sangat ironi ketika hal ini terus terjadi karena sesungguhnya itu bukan budaya kita dan jelas sekali lagi ini menjadikan identitas bangsa ini menjadi abu-abu. Masih banyak lagi perihal kebudayaan yang terkontaminasi ini yang menjadi permasalahan, tidak terbayangkan ketika AFTA itu dimulai maka akan seperti apa budaya bangsa ini. Perlu ketegasan dari pemerintah terkait hal ini karena AFTA itu sebentar lagi dan harus secepatnya dibuat sebuah tindakan untuk mencegah hal itu terjadi yakni budaya indonesia yang semakin tidak jelas. Maka ini pun perlu kerjasama dengan masyarakat pada umumnya untuk menghadapi AFTA di 2015 nanti, jika tidak sekarang dibuat tindakan-tindakan untuk menghadapi AFTA nanti maka identitas bangsa ini akan menjadi tidak jelas dan cita-cita bangsa ini tidak akan pernah terwujud.

“AFTA bukan berarti bangsa ini akan hancur akan tetapi ini adalah permulaan bangsa ini membuktikan tentang kualitas dan kekompakannya untuk mewujudkan cita-citanya”.

Referensi :

http://risetcesjogja.blogspot.com/2013/09/afta-2015-peluang-dan-tantangan-untuk.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun