Akhir-akhir ini masalah kesehatan mental menjadi isu hangat yang banyak diulas oleh publik. Sampai saat ini kesehatan mental menjadi salah satu masalah yang belum memiliki titik terang untuk bisa menanggulanginya. Berbagai macam permasalahan mengenai krisis identitas yang tertuju pada krisis moral dan sipiritual terus membayang-bayangi individu. Maraknya hal tersebut pada saat ini sangat dekat dengan kita, tidak hanya menimpa orang dewasa melainkan melibatkan mahasiswa yang akhirnya berujung kepada masalah kesehatan mental. Mahasiswa sekarang terlalu fokus kepada tugas perkuliahan, organisasi, serta tuntutan lain yang menyebabkan kebanyakan orang mengabaikan kesehatan mental dirinya.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan individu bisa berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut sadar akan kemampuan yang dimiliki guna bisa mengatasi tekanan, bisa bekerja secara produktif, serta mampu untuk memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Radiani, 2019). Dari data yang dihasilkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) pada tahun 2018 bahwa prevalensi gangguan kesehatan mental mencapai 6,1% dan hanya 1 dari 11 orang penderita gangguan kesehatan mental telah melakukan perawatan. Mahasiswa yang berada dalam batasan rentan usia remaja akhir dan dewasa awal, dimana pada masa ini merupakan masa kondisi mental yang tidak stabil, diiringi dengan masalah dan tuntutan serta perubahan suasana hati yang tidak menentu. Isu tentang kesehatan mental atau mental health pada mahasiswa di Indonesia saat ini menjadi hal yang sangat penting seperti pentingnya kesehatan fisik pada umumnya. Mahasiswa yang memiliki kesehatan mental yang baik maka aspek kehidupan yang ada dalam dirinya akan bekerja secara maksimal.
Beberapa hal yang bisa mengancam gangguan psikis dengan potensi merusak kesehatan mental mahasiswa bisa timbul dikarenakan adanya gangguan kesehatan mental. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan hidup yang tidak tercukupi dan kebutuhan tambahan lainnya yang menumpuk sehingga memberikan preassure pada mahasiswa. Menurut beberapa penelitian, ekonomi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan gangguan pada kesehatan mental mahasiswa, semakin tinggi sumber ekonomi yang dimiliki akan mendukung stabilitas dan kebahagiaan. Apabila status ekonomi mahasiswa berada dalam posisi rendah yang menyebabkan tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan dasar dapat memunculkan konflik yang menyebakan gangguan kesehatan mental. Aloysius et.al. (2021) mengemukakan apabila kesehatan mental dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal yang terdiri dari kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan/religius, sikap menghadapi problema hidup, kebermaknaan hidup serta keseimbangan dalam berfikir. Pada faktor ekstenal meliputi keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan, lingkungan, dsb. Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kesehatan mental adalah ekonomi (Reza et.al., 2022).
Ketika individu telah masuk dalam dunia perkuliahan dan menjadi seorang mahasiswa kebanyakan mereka akan memikirkan mengenai keuangannya seperti yang saya alami pada waktu menjadi mahasiswa baru. Seperti memikirnya mengenai biaya yang digunakan untuk melanjutkan kuliah, takut untuk tidak bisa menyelesaikan studi dikarenakan biaya, kesulitan keuangan dalam keluarga, berkuliah dengan keuangan yang pas-pas an dan mengalami kesulitan membeli buku serta kebutuhan kuliah lainnya dikarenakan memiliki ekonomi yang pas-pas an atau bahkan kurang. Karena pada masa kuliah adalah saat mahasiswa mulai mengelola keuangannya sendiri tanpa campur tangan orang tua dalam mengawasi keuangannya. Contohnya pada teman mahasiswa saya yang sudah memiliki pekerjaan dan ekonominya stabil dengan mudah ia bisa menyewa tempat tinggal sementara atau kos yang nyaman bahkan bisa dibilang mewah, sedangkan teman-teman mahasiswa saya lainnya dengan finansial yang pas-pas an lebih memilih menyewa kos sesuai dengan budget yang dimiliki tanpa melihat lingkungannya.
Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dharmayanti et.al. (2018) menujukkan apabila terdapat korelasi antara status ekonomi dengan kesehatan mental individu. Kualitas tempat tinggal yang bersih dan sehat bukan hanya digunakan untuk melindungi fisik saja, tetapi juga berperan sebagai kesehatan mental penghuninya. Maka dari itu, untuk menjangkau pemukiman berkualitas yang layak dan sehat diperlukan adanya keterjangkauan ekonomi. Sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati et.al. (2021) yang mendapatkan hasil apabila seseorang yang sedang sakit menyebabkan ia tidak bisa untuk beraktifitas seperti biasa untuk menghasilkan uang dan akan sedikit berdampak bagi dirinya, karena setelah ia sembuh akan bisa beraktifitas kembali untuk bekerja. Sedangkan pada seseorang yang tidak memiliki penghasilan dan ia memiliki kesehatan yang buruk dapat menimbulkan sebuah goncangan ekonomi sehingga bisa menimbulkan stres atau gangguan kesehatan mental.
Status sosial ekonomi dalam keluarga juga bisa menentukan kesehatan mental mahasiswa. Status ekonomi yang baik nantinya bisa digunakan untuk biaya pendidikan seperti biaya masuk perkuliahan, biaya semester, serta untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Hal tersebut sesuai pada penelitian yang dilakukan oleh Pletzer dan Pengpid (2018) apabila kesehatan mental seseorang meningkat apabila pendapatan yang didapatkan oleh keluarganya juga mengalami kestabilan atau peningkatan. Selaras dengan pendapat Macintyre et.al. (2018) yang berasumsi apabila ketidaksetaraan ekonomi yang besar dalam masyarakat dikaitkan dengan prevalensi penyakit kesehatan mental yang lebih tinggi dan resesi ekonomi memiliki dampak buruk kepada kesehatan mental masyarakat.
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan bisa diketahui apabila pengelolaan keuangan pribadi mahasiswa menjadi peran penting dalam menjaga kesehatan mentalnya, maka dari itu sangat penting bagi mahasiswa untuk belajar mengelola keuangannya seperti mengatur uang yang dipegang, baik dalam pengeluaran, menabung dengan efektif supaya perekonomianya bisa stabil. Cara yang baik untuk mengelola keuangan pribadi sebenarnya bisa dilakukan dengan melakukan pengamatan kepada lingkungan sekitar baik dari cara orang tua membatasi penggunaan gaji bulanan atau cara rekan kuliah menggunakan uang sakunya. Hal tersebut sangat mempengaruhi bagaimana mahasiswa terhindar dari gangguan kesehatan mental.
Didukung oleh pendapat Pery dan Morris yang mengemukakan bahwa ada 5 hal yang bisa digunakan untuk mengukur perilaku pengelolaan keuangan supaya perekonomian individiu menjadi stabil atau tertata, yakni dengan a). membelanjakan uang sesuai kebutuhan, b). membayar kewajiban dengan tepat waktu, c). merencanakan keuangan demi keperluan masa depan, d). menyisakan uang untuk ditabung, e). menyisihkan uang untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarga (Mulyadi et.al., 2022).