Mohon tunggu...
Fauzi Umar
Fauzi Umar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi UNJ

Mahasiswa Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hantu Pengangguran dan Dilema Kepemudaan Saat Pandemi Covid-19

2 Mei 2020   06:52 Diperbarui: 2 Mei 2020   07:06 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bekerja menjadi kebutuhan bagi setiap orang, hal tersebut yang membedakan manusia dengan binatang. Salah satu tokoh yang bernama Karl Marx mengatakan manusia itu makhluk ganda yang aneh dan pekerjaan melekat pada manusia sebagai makhluk bebas dan universal. Secara mendasar, manusia bekerja karena tuntutan untuk menyambung hidup, sebab dengan bekerjalah salah satu cara memperoleh penghasilan. 

Selain itu dengan bekerja menjadi jembatan interaksi antar manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Adanya interaksi tersebut membuat manusia menjadi makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Pekerja membutuhkan perusahaan untuk memberikan penghasilan dan perusahaan membutuhkan pekerja dalam menjalankan produksinya. Untuk melindungi para pekerja dibuatlah konvensi International Labour Organization (ILO) dan dilingkup lokal dijamin oleh UU 13 Tahun 2003 tentang upah yang layak. 

Bekerja menjadi sebuah tuntutan formal bagi pemuda di lingkungannya. Terkadang bekerja menjadi sebuah kembanggaan individual ataubahkan keluarga, bila seorang pemuda mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini dapat dilihat dari pendapatannya dalam bekerja. Lalu bagaimana dengan keadaan pemuda dalam memperoleh pekerjaannya ditengah pandemi Covid -- 19 sekarang ini? Secara logis pada kenyataannya pekerjaan menjadi sebuah pencaharian yang sulit, ditambah persaingan antar individu didalamnya.

Hantu Pengangguran

Pengangguran atau tunakarya menjadi sebuah momok menakutkan bagi manusia yang masih dapat bekerja, apalagi untuk kaum muda. Menurut Nanga pengangguran memiliki arti sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari pekerjaan. 

Data BPS 2019 melihatkan jumlah angkatan kerja pada tahun 2019 sebanyak 133,56 juta orang dan yang menganggur sebanyak 7,05 juta orang. Walaupun begitu sebenarnya jumlah pengangguran sudah berkurang dari tahun 2015, yaitu sebesar 5,28 persen. Dilema muncul saat pandemi sekarang ini, dengan berkurangnya konsumsi akan berdampak pada produksi dan berakhir pada pemutusan kerja bagi karyawan. Hal ini diambil perusahaan untuk menyelamatkan ekonominya dalam badai pandemi. 

Jadi dapat dikatakan bahwa kurang dapat diartikan hubungan perusahaan dengan pekerjaannya, karena pemilik perusahan lebih memilih untuk menyelamatkan perusahaannya daripada produskinya, sebab kurangnya konsumsi. Hal ini sejalan dengan teori produksi, sebab produksi sebanding dengan konsumsi. Seperti yang terjadi di Spanyol, Lembaga Statistika Nasionalnya telah mengeluarkan data pada 28 april 2020 yang disadur melalui situs voaindonesia mengatakan bahwa pada kuartal pertama tahun ini, tingkat penganggurannya dalam hal ekonomi terbesar keempat di Zona Euro dengan 14,4 persen. Hal ini meningkat dari 13,8 persen pada kuartal sebelumnya. 

Bahkan itu dapat bertambah buruk pada tahun ini. Dana Moneter Internalional (IMF) menyatakan di negara Spanyol akan terus meningkat pengangguran diangka 20,8 persen dan menurut Bank Sentral Spanyol menduga pengangguran di negerinya dapat mencapai 18,3 persen hingga 21,7 persen. 

Lalu bagaimana di Indonesia? Menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartato yang disadur melalui situs liputan6.com mengatakan pengangguran di Indonesia diperkirakan berpotensi bertambah 2,92 juta orang hingga 5,23 juta orang. Menurutnya pengangguran yang semula turun ke angka 5,18 persen naik menjadi 7,33 persen akibat pandemi ini. 

Dua contoh penggauran yang terjadi di dunia, pertama di Spanyol dan kedua di Indonesia. Menjadi buruk karena Indonesia sudah pasti berbeda dengan Spanyol, karena Indonesia baru menjadi negara berkembang. Hantu -- hantu pengangguran tersebut masih menakuti setiap insan di Indonesia, terutama para kaum muda sebagai harapan bangsa. 

Pada tahun 2018 saja BPS menunjukan data 13,7 persen pemuda adalah pengangguran terbuka, yang artinya setiap 100 angkatan kerja pemuda, terdapat 13 pemuda yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Hantu ini masih nyata dan dimuka ditambah keadaan seperti ini, tidak mustahil akan terus meningkat. Pemerintah sudah mewarkan sebuah bantuan untuk melawan hantu tersebut dengan malaikan kecilnya yang bernama Kartu Prakerja. Apakah itu efektif untuk mengatasi dilema kepemudaan saat pandemi Covid -- 19?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun