Perempuan dari sisi eksistensi masih kalah dibandingkan dengan laki-laki, indikator yang sederhana adalah jumlah pemimpin perempuan di dunia lebih sedikit daripada laki-laki. Â H
anya ada 70 negara yang dipimin oleh perempuan sampai tahun 2016 dari total 193 negara yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.[1] Angka tersebut menunjukkan jumlah partisipasi akses perempuan telah terbuka namun kesempatan menjadi tokoh yang memiliki posisi strategis belum mencapai angka 50%.Â
Dalam ulasan ini penulis tidak akan membicarakan kalkulasi perbandingan permpuan dan laki-laki untuk mengukur aktualisasi. Tulisan ini membahas mengenai peran perempuan yang cukup signifikan. Sejak masa pandemi COVID-19 -Corona Virus Diseas- yang memberikan dampak luar biasa bagi dunia, penurunan Gross Domestic Product (GDP) sebesar 2,4% terjadi di dunia tahun 2020.[2] Â
Selain itu merujuk data yang dikumpulkan oleh International Labour Organisation (ILO), angka pengangguran di seluruh dunia ikut meningkat, sejak bulan November 2019 sampai bulan Juli 2020 trend pengangguran memiliki kecenderungan naik dari angka dari 34% menjadi 44%.Â
Efek domino COVID-19 masih akan berlangsung dan upaya yang dapat dilakukan memutus rantai penyebarannya hingga diproduksinya vaksin secara masal.
Hingga bulan April 2020 negara Denmark, Finlandia, Norwegia dan Islandia dapat menekan penyebaran virus secara baik. Terdapat 7.384 kasus dengan total 355 kasus kematian di negara Denmark, 3.783 kasus kematian positif dan 94 kasus kematian di Finlandia, 7.078 kasus positif dan 165 kematian di Norwegia serta 1.771 kasus positif dengan 0 kasus kematian di Islandia.Â
Persamaan negara tersebut dikendalikan oleh seorang perempuan sebagai pemegang tongkat komando. Ratu Margrethe II Ratu pemimpin Denmark, Sanna Marin perdana menteri dari Finlandia, Erna Solberg dari Norwegia dan Katrin Jakobsdottir dari Islandia melakukan pelbagai cara agar dapat memotong penyebaran virus.Â
Menggandeng generasi milenial --kelahiran 1981-1996 menurut Pew Research Center- guna melakukan edukasi mengenai dampak corona seperti dilakukan oleh Perdana Menteri Finlandia, melakukan edukasi melalui televisi dilakukan oleh Perdana Menteri Norwegia dan Denmark serta memanfaatkan teknologi dengan melakukan pelacakan melalui tes massal gratis di Islandia terbukti cukup efektif dalam menekan penyebaran dan tingkat kematian manusia.
Seluruh upaya tersebut patut menjadi replikasi bagi negara lain untuk dilakukan agar jumlah korban akibat virus tidak bertambah meskipun harus menyesuaikan konteks dan kondisi struktur, tipologi dan sumber daya masyarakat setiap negara.
Pertanyaan yang lumrah muncul, sama-sama memegang otoritas suatu negara, Â mengapa perempuan lebih unggul atau apa yang telah dilakukan oleh perempuan sehingga terlihat unggul dalam penanganan wabah dibanding laki-laki yang memegang otoritas?Â
Angka-angka perbandingan jumlah kasus pasien positif covid-19 dan jumlah korban yang mati menunjukkan bahwa bias antara laki-laki dan perempuan mengenai tindakan yang telah dilakukan menunjukkan hasil berupa kemampuan perempuan yang lebih baik dibandingkan laki-laki.Â