Mohon tunggu...
Fauzi Rohadiansyah
Fauzi Rohadiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia

Pemuda Persatuan Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Masyarakat Soreang Masa Kini: Agraris ataukah Industri?

12 Juni 2023   11:25 Diperbarui: 12 Juni 2023   11:43 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari ini, kecamatan Soreang telah dikenal sebagai ibu kota Kabupaten Bandung sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomiannya. Sebagai proses kelanjutan terhadap kondisi demikian, perlahan-lahan dibangun infrastruktur dan segala sesuatunya untuk mendukung realisasi hal tersebut. Berbagai gedung baru hingga ke jalan baru dapat terlihat oleh mata telanjang masyarakat Soreang saat ini. Tapi tahukah? 

Dahulu kondisi Soreang dan masyarakatnya sangat berkebalikan. Menurut sejarah lokal yang beredar di masyarakat, dahulunya Soreang merupakan satu wilayah berupa dataran yang menjadi tempat beristirahat masyarakat yang bepergian dari berbagai arah dan secara alami dipenuhi dengan lahan yang membentang luas. Keadaan wilayah kondisi Soreang kala itu tentu dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, menjadikannya sumber daya alam yang melimpah untuk dijadikan mata pencaharian utama. Maka tidak heran apabila hampir keseluruhan masyarakat Soreang kala itu berprofesi sebagai petani yang senantiasa hidup dan bergerak di sawah maupun ladang.

Kembali kepada masa sekarang, selain muncul hal positif atas gelar ibu kota Kabupaten Bandung yang diberikan ke wilayah Soreang, nyatanya juga memberikan dampak nyata terhadap masyarakatnya dalam arti yang negatif. Berapa puluh ribu hektar lahan pertanian dan perkebunan yang telah dirubah dan dialih fungsikan menjadi lahan untuk peningkatan infrastruktur wilayah ibu kota. 

Peralihan fungsi lahan pertanian dan perkebunan untuk pembangunan berbagai infrastruktur seperti rumah sakit, gedung pemerintahan, kawasan perumahan, jalan tol ataupun yang lainnya ini memberikan tekanan bagi masyarakat lokal. Terlepas dari kemudahan akses bagi masyarakat lokal maupun masyarakat luar untuk menjalani kehidupan sehari-hari, kondisi ini mendorong masyarakat terutama mereka yang bekerja di sawah, ladang, ataupun kebun untuk mencari alternatif lain sebagai jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya setelah kehilangan lahan mata pencahariannya.

Karena hal ini, sebagian masyarakat Soreang yang mulanya bekerja dalam sistem agraris seperti pertanian dan perkebunan kemudian dipaksa untuk mengubah orientasinya demi menyesuaikan keadaan. Perubahan orientasi mata pencaharian ini berubah dari sistem agraris menjadi industri bisnis. Beberapa di antara mereka bekerja mengikuti industri bisnis yang ada, namun ada juga di antara masyarakat yang mengembangkan industri bisnis secara personal. Perubahan orientasi ini tidak hanya berlaku dalam urusan mata pencaharian saja, tapi juga berdampak kepada karakter atau kepribadian masyarakatnya. Berbeda dengan saat bermata pencaharian agraris yang mana kehidupannya ini bersifat tradisional sehingga memberikan ikatan kekeluargaan yang tinggi, masyarakat industri yang telah bercampur dengan berbagai macam inovasi teknologi sangat berbanding terbalik dengan masyarakat agraris karena memang lebih mengutamakan asas ketunggalan dan individu yang mana melepaskan diri dari nilai-nilai kebersamaan atau kekeluargaan dalam praktiknya.

Perubahan sosial yang terjadi dalam lingkup wilayah kecamatan Soreang beserta masyarakatnya seharusnya dituntut unuk membawa kehidupan yang lebih sejahtera daripada kehidupan yang dijalani sebelumnya. Dalam aspek sosial, terjadi perubahan pola interaksi masyarakat, baik antar individu maupun antar kelompok. Sebagaimana ciri masyarakat industri yang cenderung bersifat individualistis, terlihat pola interaksi yang terjadi pada masyarakat Soreang yang hanya bekerja dalam sistem atau struktur sosial tertentu. Namun meskipun kepribadian masyarakat berubah, terjadi peningkatan mobilitas masyarakat yang pesat. Peningkatan mobilitas demikian dapat terjadi mengingat akses transportasi yang fleksibel, ditambah dengan keberadaan jalan tol Soroja menjadikan kecamatan Soreang sebagai wilayah strategis dan semakin memudahkan keberlangsungan perpindahan dan pergerakan masyarakat dari Soreang ke luar maupun sebaliknya.

Normalnya apabila terjadi peningkatan mobilitas sosial, maka akan mendorong pula terhadapi tingginya angka pertumbuhan dan perkembangan infrastruktur di kecamatan Soreang yang apabila dilihat dari aspek ekonomi, maka jelas ini akan meningkatkan pendapatan juga pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah. Perkembangan dan penyebaran inovasi teknologi pun mendorong banyaknya pendirian industri bisnis, terutama industri rumah tangga (Home Industry) di kalangan masyarakat Soreang.

Sayangnya di balik pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat sebagian masyarakat yang tertekan, merasa kesulitan, bahkan terpuruk dengan kondisi demikian. Hal ini didasarkan kepada perbedaan kemampuan masyarakat mengikuti perkembangan sehingga ketika mereka kehilangan lahan tani, ladang, maupun ternak sebagai bentuk mata pencaharian, mereka tidak mampu mencari alternatif lain untuk mengatasi hal tersebut. Terdapat sebagian kelompok masyarakat Soreang yang tinggal sangat jauh dari pusat keramaian Soreang sebagai pemerintahan Kabupaten Bandung. Akses transportasi, inovasi teknologi, bahkan sinyal pun masih sulit didapatkan, sehingga seluruh masyarakat di sana masih tetap berpegang kepada kultur agraris. Ketika hari ini lahan pertanian masyarakat dialihkan menjadi akses jalan bagi transportasi, jelas mereka akan kehilangan mata pencaharian utama untuk memenuhi tuntutan kebutuhan.

Fenomena demikian adalah suatu kesenjangan sosial-ekonomi yang apabila kemudian terus berlanjut, akan nampak perbandingan kesejahteraan yang nyata antara masyarakat Soreang hilir dan masyarakat Soreang hulu karena sasaran perubahan sosial yang terjadi tidak mengenai seluruh pihak, melainkan lebih kepada kelompok masyarakat Soreang hilir yang notabenenya menjadi pusat keramaian penduduk, baik itu lokal maupun non-lokal. Justru perubahan sosial itu diharuskan seperti dua sisi koin yang mana satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Ketika terjadi perubahan sistem masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, bukan berarti salah satu dari keduanya ada yang dilupakan dan ditinggalkan secara keseluruhan. Melainkan perubahan sosial yang terjadi harus menjadi penunjang bagi sistem masyarakat yang terlebih dahulu ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun