Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi Mustofa
Muhammad Fauzi Mustofa Mohon Tunggu... -

Percaya bahwa menulis itu juga sedekah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terpaksa Sekolah sama dengan Permainan Failed

31 Januari 2018   15:46 Diperbarui: 31 Januari 2018   15:53 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bermain merupakan pekerjaan yang paling disukai banyak kalangan, terutama anak-anak. Menyempatkan sedikit waktu bermain juga bisa dianggap bijak. Karena bermain dapat dilakukan setiap saat, seperti kita sekolah, bekerja atau aktifitas lainnya juga bisa digologkan sebagai bermain.

Ingat pertama kali bersekolah? Pasti terbayang akan bermain bersama teman -- teman. Sejak anak-anak, sadar atau tidak, mungkin kita menganggap sekolah sebagai sarana bermain yang menghubungkan kita dengan sesame pemain (multi player). Dalam permainan ini (baca: sekolah), merupakan permainan yang genre (aliran) nya lebih kearah kerja sama, dan mencapai level terakhir untuk melawan musuh yaitu sifat kebodohan. Setiap level, akan diberi banyak kesempatan untuk bangkit dan melanjutkan level berikutnya, hingga akhirnya permainan selesai.

Level dalam permainan, memegang peran sebagai indicator kualitas player (pemain) nya. Artinya semakin tinggi level seseorang dalam permainan makan semakin tinggi pula kualitas player. Hal ini sama halnya dengan bekerja, bersekolah, maupun bentuk aktifitas lain yang bisa dikatakan turunan dari bentuk bermain. Dimana aktifitas yang tergolong berat, bisa dianggap sebagai permainan hard level (level sulit).

Kembali ke pertanyaan "Ingat pertama kali bersekolah?", yang tergambar biasanya konyol. Seperti teman berantem, atau dibenci karena salah bersikap. Jika ditarik kebelakang ternyata sekolah kita karena rasa ingin bermain, dimana kita sebenarnya mengikuti pola bermain orang tua kita, bahwa sekolah mampu membawa perubahan. Jika hal itu hanya pertama kali bukan masalah. Namun, bila sampai kita berkembang kearah remaja, dewasa atau tua dan tak mampu menangkap inti permainan itu, maka kita hanya seperti terpaksa bersekolah atau istilahnya permainan failed (gagal).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun