Pasca dilantiknya Bupati Bima H Syafruddin HM.Nur menggantikan H. Ferry Zulkarnain untuk mengisi masa transisi pemerintahan Kabupaten Bima sampai Pilkada 2015 nanti, proses mutasi di lingkungan pemerintah daerah terus digulirkan. Pada bulan Januari 2014 lalu, ada 2 kali proses mutasi, 11 pejabat pada tanggal 2 Januari 2014 dan 54 pejabat di Pemkab Bima pada tangga 27 Januari 2014, mengalami proses pergeseran jabatan, penurunan dan peningkatan posisi yang menandai sebuah “penyegaran” di tubuh birokrasi. 10 Maret 2014, 63 pejabat eselon III dan IV mengalami proses yang sama, menandakan gerbong mutasi bergerak cepat. Dalam kurun waktu 3 bulan saja (Januari-Maret 2014), proses bongkar-pasang birokrasi terjadi 3 kali, dan tidak tertutup kemungkinan dalam tahun 2014 ini gerbong dan lokomotif “mutasi“ akan diluncurkan lagi.
Hampir dapat dipastikan, proses promosi, demosi dan mutasi yang dilakukan oleh sang Bupati Bima saat ini tidak dapat dipandang hanya sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja. Lazimnya dalam birokrasi pemerintahan, promosi, demosi dan mutasi dilakukan dalam rangka rutinitas mengisi kekosongan, penyegaran serta berdasarkan hasil evaluasi terstruktur yang dipimpin oleh Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Bongkar pasang birokrasi yang dilakukan H. Syafruddin HM Nur selaku Bupati Bima juga tidak terlepas dari menghadapi “tahun politik 2015” yaitu Pilkada Kabupaten Bima yang mana sebagai incumbent lazimnya akan siap bertarung lagi di arena Pilkada tersebut.
Selain mempersiapkan “loyalis-loyalis” internal birokrasi yang dalam hal ini para pejabat yang telah diposisikan tersebut, dimungkinkan juga langkah promosi, demosi dan mutasi untuk memperkuat posisi birokrasi yang ditanganinya hari ini dalam upaya melakukan polesan wajah dan image birokrasi “yang dikesankan” aspiratif dan melayani. Dan sebagian kalangan ada menilai, langkah ini juga sebagai suatu proses reward and punishment (hadiah dan hukuman) atas kinerja “pion-pion birokrasi” dalam suksesi segelintir keluarga dan kerabat Bupati Bima di Pileg 9 April 2014 lalu. Dengan mengesampingkan hal itu semua, mari kita belajar khusnuddzon (berpikir positif dan berprasangka baik) terhadap proses mutasi, demosi dan mutasi ini.
Tugas Bupati Hari Ini.
Selain wewenang melakukan bongkar-pasang birokrasi, ada baiknya Bapak Bupati Bima hari ini memiliki fokus pekerjaan dan konsentrasi penuh terhadap hajat hidup 500 ribu jiwa rakyat yang hidup di tanah Bima. Baik itu nasib anak-anak yang kurang gizi, petani dan nelayan yang susah memasarkan hasil jerih payahnya karena dimainkan oleh para tengkulak, perbaiki iklim investasi dengan kerja sama pihak terkait dalam usaha stabilisasi dan dinamisasi keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai mengambil terobosan-terobosan baru di bidang pendidikan, sosial-ekonomi, pertanian, peternakan, perikanan, pembukaan lapangan kerja baru dan proteksi usaha-usaha rakyat kecil, pembinaan wirausaha dan jiwa enterpreneurship yang dapat membawa nasib tanah Bima sedikit lebih baik dari hari ini. Hampir setengah tahun dilantik menjadi Bupati Bima, belum ada “tanda-tanda kehidupan” yang mengisyaratkan sebuah arah baru proses sporulasi dan metamorfosis pembangunan pasca mangkatnya H. Ferry Zulkarnain. Pembangunan yang hanya “berjalan di tempat” menandakan mesin birokrasi di tanah Bima hanya mengurus dirinya sendiri tanpa memberi kemaslahatan dan kebermanfaatan secara luas bagi kehidupan rakyat.
Triliunan rupiah APBD Kabuaten Bima hanya dapat membiayai gaya birokrasi yang cenderung mewah, semestinya Bupati dan legislatif serta perangkat daerah dapat berperan lebih baik sebagai bentuk “bakti dan pengabdian tak terbatas” bagi tanah tumpah darah kita, Bima tercinta. Kita semua merasa prihatin, lemahnya posisi tawar birokrasi di tanah Bima dapat membawa “kegagalan permanen” terhadap masa depan rakyat yang mendiami Bima dan sekitarnya, yang hari ini memerlukan “jalan keluar” terhadap problema, masalah yang kian hari semakin kompleks.
Menghentikan sementara hingar-bingar proses mutasi, demosi dan promosi adalah langkah yang tepat, seraya memberikan ketenangan lahir dan bathin kepada para pegawai dan pejabat dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara. Memperbaiki performance mental birokrasi mutlak dilakukan, sebab berapapun anggaran dan nilai rupiah yang meluncur dan dikelola birokrasi tanah Bima tanpa hadirnya aparatur yang baik hanya membawa beban sejarah yang terulang-ulang dan mereka mempertontonkan “kegalauan dan kegilaan” diatas punggung rakyat dan generasi tanpa memberi manfaat yang begitu berarti. Untuk itu, tugas seorang Bupati bukan hanya mengurus diri, keluarga dan aparaturnya, melainkan berpikir besar, berjiwa besar dan melahirkan karya-karya besar dalam mengisi pengabdiannya hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H