Pendidikan seks dalam Islam merupakan pendidikan yang penting untuk ditanamkan pada diri anak. Dalam Islam seks tidak hanya sebatas teori semata, namun juga implikasinya dalam kehidupan sehari-hari, bahwa segala sesuatu di kehidupan manusia sudah diatur oleh Allah swt. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memuliakan setiap manusia sesuai dengan fitrahnya yaitu suci.Â
Dewasa ini, pendidikan seks sangat dibutuhkan dalam rangka pencegahan maraknya pelecehan seksual yang terjadi di tengah masyarakat.
Seksualitas hadir bersamaan dengan pertumbuhan serta perkembangan pada anak. Maka dari itu, dalam Islam terdapat salah satu prinsip pengajaran pendidikan yang mengajarkan bahwa jika hendak mendidik anak, berikanlah pendidikan yang sesuai dengan gender atau kelaminnya.
Dalam Alquran telah dikemukakan bagaimana cara mendidik anak dengan baik, eksplisit dan tegas, bahkan sejak anak berada dalam tulang rusuk ayah. Seksualitas merupakan pembahasan yang jarang dibicarakan dalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat masih memiliki anggapan pendidikan seks ini adalah pembahasan yang tabu yang menyebabkan masyarakat kurang mendapatkan informasi mengenai betapa penting pengajaran pendidikan seks pada anak.Â
Masyarakat memiliki cara pandang yang sedikit kurang tepat, dengan beranggapan pendidikan seks tidak seharusnya dan belum pantas diberikan pada usia anak-anak. Namun pada kenyataannya, pendidikan seks yang ditanamkan pada usia anak-anak merupakan salah satu tindakan preventif yang berguna bagi anak-anak untuk menyiapkan masa depannya hingga anak siap untuk menikah.Â
Oleh sebab itu, keluasan pengetahuan tentang seks yang dibekali sejak anak kecil sangat penting, agar anak dapat menempatkan seksualitas sesuai pada tempatnya. Pendidikan seks akan lebih baik jika diperoleh dari rumah khususnya orangtua sebagai pendidik pertama ataupun guru (Amirudin & Nirmala, 2018)
Selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siti Rohmaniah dalam tesisnya tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja yang menganalisis pemikiran dari  Abdullah Nashih Ulwan dan Ali Akbar.
Dalam tesisnya penulis menyatakan bahwa sangat penting memberikan pendidikan seks sebagai usaha preventif mencegah terjadinya fenomena seks bebas maupun pelecehan seksual pada anak. Pendidikan seks yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan dengan Ali Akbar dilandasi dengan pendidikan agama.
Menurut Abdulah Nashih Ulwan pendidikan seks lebih cenderung menjurus pada proses, bahwa pendidikan seks merupakan suatu upaya memberikan pengajaran, menyadarkan anak dan menerapkan tentang permasalahan seksualitas pada diri anak. Sedangkan menurut Ali Akbar pendidikan seks lebih cenderung menjurus kepada pemahaman bahwa Islam sudah memberikan aturan tentang seksualitas yaitu aurat, pakaian yang digunakan, indera penglihatan, seks dan nafsu berupa syahwat.
Pendidikan seks adalah suatu pendidikan yang harus dipelajari serta suatu keharusan untuk ditanamkan sejak dini pada anak, melalui pembiasaan maka anak akan paham bahwa laki-laki dan wanita pada hakikatnya  tidak sama. Tidak hanya pada fase anak-anak tapi juga remaja hingga dewasa.
Seksualitas adalah pembahasan yang jarang terdengar diperbincangkan karena masyarakat masih menganggap seksualitas suatu hal yang tabu sehingga membuat banyak orang canggung untuk sekadar membahas terlebih lagi mempelajarinya. Keadaan masyarakat seperti inilah yang menyebabkan informasi tentang seksualita cenderung dibicarakan secara sembunyi-sembunyi. Indonesia menyumbang penyakit dengan kasus penderita penyakit IMS dan HIV terbanyak yang disebabkan karena transmisi seksual. Keadaan seperti ini yang menuntut kesadaran bersama betapa pentingnya membahas masalah seksual dengan terbuka dan eksplisit.
Pada umumnya masyarakat, terutama orangtua memberikan perlakuan dan memiliki harapan yang berbeda pada setiap anak perempuan dan anak laki-laki mereka. Perempuan identik digambarkan sebagai makhluk lemah yang lebih dominan menggunakan perasaan dalam berbagai hal, mengedepankan rasa iba dan kasihan, bertanggung jawab untuk merawat serta mengasuh anak.
Di samping itu, laki-laki identik digambarkan sebagai manusia yang kuat fisiknya, tidak diperbolehkan menampakkan tangis maupun air mata dan kesedihan, laki-laki  memiliki tanggung jawab untuk memenuhi nafkah untuk keluarganya. Peranan dari laki-laki dan perempuan sangat memiliki keterkaitan dengan masalah gender yang masih perlu dikaji secara mendalam. (Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2009)