Mohon tunggu...
Fauzia Husna Atika
Fauzia Husna Atika Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

-

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Melawan Hegemoni Standar Kecantikan dalam Iklan Dove Tahun 2017

6 Juli 2022   15:38 Diperbarui: 6 Juli 2022   15:42 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Fauzia Husna Atika

Iklan Dove yang dirilis pada tahun 2017 memperlihatkan seorang model Wanita berkulit gelap melepaskan kausnya berwarna cokelat setelah menggunakan produk tersebut berubah menjadi berkulit putih dengan memakai kaus berwarna lebih terang. Brand kecantikan Dove tersebut menuai kecaman setelah merilis iklan terbarunya karena bernada rasis.

Iklan tersebut dikritik rasis karena memperlihatkan wanita berkulit gelap yang berubah menjadi berkulit putih dianggap mengindikasikan bahwa kulit yang gelap itu kotor sementara kulit putih tandanya bersih. Iklan yang diposting di Facebook beberapa tahun lalu langsung dikritik keras oleh netizen. Tak lama beredar, iklan kontroversial itu langsung dihapus. Atas kritikan tersebut, pihak Dove menyampaikan permintaan maaf tertulis di Facebook dan Twitter.

Kalau diperhatikan, kebanyakan iklan kecantikan yang ditayangkan di berbagai media menggunakan wanita cantik sebagai bintang iklannya. Mulai dari yang memiliki postur tubuh ideal, rambut panjang dan lurus, kulit putih mulus bebas jerawat, serta memiliki mata yang besar. Nah, tanpa disadari, iklan-iklan tersebut telah menciptakan standar kecantikan sendiri di Indonesia karena menggunakan model tersebut sebagai tolak ukur bagaimana wanita 'cantik' semestinya terlihat.

Perumpamaan akan sangat tepat jika kebanyakan wanita Indonesia memandang sebuah kecantikan harus putih, langsing, tinggi, bening, kurus, dan mulus. Stereotip yang bahkan tidak asing lagi dan seringkali terdengar dalam pergaulan sehari-hari. Fenomena ini dikuatkan dengan hasil survei ZAP Beauty Index tahun 2018, sebanyak 73.1 persen perempuan Indonesia menganggap cantik adalah memiliki kulit yang bersih, cerah, dan glowing. Terlebih, bukan laki-laki yang mempelopori hegemoni ini, tetapi kaum wanita sendirilah yang melabeli diri sampai melabeli wanita lain.

Padahal, standar kecantikan wanita di Indonesia itu berbeda beda mengingat Indonesia sendiri adalah negara multikultural dan heterogen yang didalamnya banyak keberagaman suku dan ras yang memengaruhi warna kulit, fitur wajah, dan jenis rambut. Perempuan-perempuan Indonesia tidak hanya terlahir dengan kulit putih, tetapi ada juga yang terlahir dengan kulit kuning langsat, kulit hitam, kulit sawo matang, dan lain sebagainya. Misalnya, wanita sumatera utara yang ikonik dengan tulang dahi dan pipi yang menonjol. Wanita jawa yang khas dengan kulit sawo matang. Dan wanita Indonesia daerah timur cenderung memiliki rambut keriting dan kulit yang gelap.  

Di tahun 2022, standar kecantikan di Indonesia selalu diwarnai dengan pro dan kontra, dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kontur wajah dengan bentuk V, yaitu bentuk rahang yang tirus dan dagu lancip merupakan standar kecantikan masa kini. "Tren kecantikan sekarang sudah lebih beragam dan tidak hanya mengacu pada satu etnis saja. Setiap individu merupakan pribadi yang unik dengan karakter wajah masing-masing. Tidak bisa pukul rata dengan dagu harus lancip misalnya," kata dr. Olivia Aldisa, praktisi medis sekaligus Chief Doctor di salah satu klinik kecantikan di Jakarta dalam siaran pers yang Suara.com terima pada Jumat (24/6/2022).

Akibatnya, hal ini menyebabkan obsesi baru bagi wanita Indonesia untuk berusaha menjadi secantik para model tersebut dan merasa kurang merasa percaya diri jika belum bisa memenuhi 'kriteria cantik' tersebut. Padahal, kecantikan wanita tidak hanya dinilai dari warna kulit dan bentuk tubuh mereka. Sering kali berbagai media massa menampilkan sosok dan citra perempuan sebagai objek dari visual mereka. Masyarakat mudah dimanipulasi oleh perkembangan informasi melalui media. Konsep  kecantikan menjadi sangat luas sehingga muncul ketidakpuasan di kalangan wanita. Tidak sedikit wanita menilai dirinya tidak cantik karena berkulit gelap atau cokelat, memiliki rambut ikal dan keriting, merendahkan diri karena memiliki tubuh yang gemuk dan tidak langsing.

Untuk itulah, saya rasa perlu adanya stigma yang tegas bahwa cantik tidak harus putih, tidak harus kurus, tidak harus langsing, tidak harus memiliki rambut lurus, dan tidak harus berhidung mancung. Semua wanita itu cantik selama mereka bisa nyaman dengan diri mereka sendiri. Dan hal yang harus kita ingat bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang percaya akan diri dan kemampuan mereka, menekuni bidang yang mereka kuasai, dan bersyukur atas segala yang mereka punya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun