Ketika ingin melihat seperti apa tampilan kita. Tentu kita tidak bisa melihat kemudian menilai diri sendiri. Paling kita hanya bisa melihat dari atas ke bawah saja. Dan masih belum sempurna juga terlihat semua. Maka tidak salah kita menggunakan cermin untuk melihat tampang kita. Semakin besar cerminnya, semakin besar kemungkinan kita melihat lebih baik. Melihat dari depan, berputar ke samping kiri, ke kanan dan kalau memungkinkan memutarkan badan sampai bisa melihat ke belakang.
Ya namanya juga bercermin, sudah barang tentu kita ingin melihat bagian mana tampilan kita yang masih kurang. Kemudian sibuk merapikan dan memperbaikinya. Saya rasa tidak pernah ada orang yang marah pada cermin karena menunjukkan kekurangannya. Malah dengan penuh kesadaran kita ingin mengetahui kekurangan kita.
Dalam sebuah diskusi kecil, saya dan teman-teman yang sedang berada di kelas. Saya bertanya kepada Cham mahasiswa Kamboja, "apa kamu mengalami culture shock selama berada di Indonesia?" "iya" jawabnya sambil tersenyum. Lalu saya lanjut bertanya, seperti apa rasanya, gimana menghadapinya? Xixiiii... dasar cereweet (untung aja yang ditanya sabar gitu). Champun bercerita dengan sangat singkat.
Begini nih, rupanya sebelum kuliah ke Indonesia dia sudah lebih dulu mempelajari tentang indonesia. Secara garis besar Indonesia tidak jauh beda dengan Kamboja. Masih sama-sama negara berkembang kali ya? (maklum nilai IPS rendah). Hmmm... katanya hal pertama yang dia tau tentang orang Indonesia adalah menghindari kontak pandang dengan perempuan saat berbicara. Ooowh, pantes aja si Cham kelihatan selalu nunduk kalau jalan, di kelas rupanya ini salah satu alasannya. Saya mencoba menjelaskan, sebenarnya tidak seperti itu juga. Tergantung konteknya, ketika kita sedang berbicara dengan dosen atau sedang berdiskusi di kelas kan lucu tuh kalau harus lihat ke bawah terus. Ternyata bagus juga pandangan orang luar terhadap budaya Indonesia. Satu hal positif ini menunjukkan bahwa orang Indonesia masih kental dengan keislamannya. Walaupun kenyataan menunjukkan sebaliknya, mungkin...
Lalu katanya, dia sangat terkejut melihat orang Indonesia bebas merokok di manapun. Semua orang bebas merokok di tempat umum. Ini tidak di izinkan di negaranya. Merokok di tempat umum sangat memalukan bagi mereka, begitu katanya. Aw aww... maluu rasanya. Mencoba bela diri saya jawab sekenanya. Sebenarnya kami juga begitu tapi yang namanya manusia suka membangkang. Jadinya ya begitu, banyak yang tidak patuh. Seperti ketiban durian runtuh, hadeeuuh!
Terima atau tidak ya begitulah kenyataannya. Seperti bercermin tadi, seharusnya saya atau orang Indonesia lainnya tidak harus marah. Inilah yang harus kita benah. Bukankah kita bercermin untuk memperbaiki mana dan apa yang kurang?
Apapun yang terjadi, Indonesia adalah tanah tempat saya di lahirkan. Tentu saja tetap bangga menjadi orang Indonesia. Tetap memberikan konstribusi semaksimal mungkin. Setidaknya berlaku ramah kepada warga negara lain. Cham sudah mengerti bahasa Sunda, dia suka bilang "nuhun" dalam bahasa Kamboja "aw ko-oon" saya bacanya akun artinya terima kasih. Terima kasih sudah menjadi cermin untuk kami hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H