Anda kenal Maher Zain? Saya yakin tentu anda kenal. Seorang pria kelahiran Lebanon yang menetap di Amerika Serikat. Sangat dikenal dengan kefasihannya dalam melantunkan syair dengan beberapa bahasa yang berbeda. Lagu-lagunya menjadi sound-track paling laris satu bulan terakhir ini. Tak kalah hebohnya seperti Britu Norman yang tayang dari kita bangun sampai kita tidur lagi.
Lagu-lagunya yang full of spirit mampu menghipnotis si pendengar. Maher mampu menciptakan suasana sendu yang mendayu dan hubungan yang sangat romantis baik antara pasangan maupun dengan Sang Klaliq. Diminati oleh berbagai kalangan dibelahan dunia manapun.
Karena masih dalam suasana lebaran, kebanyakan media televisi menanyakan berbagai cuplikan tentang lebaran. Berbagai tayangan dari suasana yang sangat memprihatinkan sampai suasana yang penuh dengan senyum dan tawa.
Saya sedikit terkejut ketika melihat sebuah tayangan yang menggambarkan suasana mengkhawatirkan tapi yang menjadi sound-tracknya malah music yang menggambarkan suasana yang penuh kegembiraan. Bagaimana tidak, seorang penjual petasan keliling yang tidak bisa meluangkan waktu dengan keluarga tapi sound-tracknya malah lagu Maher yang berjudul “Barakallah”. Geli rasanya, jadi senyum-senyum sendiri.
Suasana yang seharusnya digambarkan penuh dengan keharuan disulap menjadi suasana yang penuh kegembiraan. Mungkin ini suatu kelaziman ketika ada lagu dalam bahasa arab maka langsung dikaitkan dengan religi. Padahal lagu berbahasa arab juga sama halnya dengan lagu dengan bahasa lain yang tidak semuanya bersifat religi.
Dari lirik lagunya, barakallahu lakuma wa barik ‘alaikuma wajama’a baina kuma fi khair. Ini adalah doa yang diucapkan kepada pengantin baru yang berisikan doa untuk mendapatkan keberkahan Allah. Maher benar-benar telah kesasar di Indonesia.
Media yang berperan menyebabkan Euforia pada masyarakat. Seharusnya media lebih hati-hati lagi dalam memedifikasi tayangan yang menjadi tontonan masyarakat. Ini hanya hal kecil yang pengaruhnya sangat besar. Beruntung ini hanya ketidak sesuaian sound-track, lalu bagaimana kalau terjadi pada hal lain.
Mungkin ini sama halnya dalam suasana walimahan (pesta pernikahan) setiap tamu yang belum menikah pasti akan dihujani pertanyaan, kamu kapan? Namun apa jadinya jika pertanyaan yang sama diajukan saat menghadiri/ melayat orang meninggal?
Maher Zain benar-benar tersesat di Indonesia, siapa yang bertanggungjawab? Semoga salah kaprah ini tidak terjadi pada hal lain yang membawa dampak lebih besar. Marilah kita belajar menempatkan sesuatu pada tempatnya.
_______________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H