Mohon tunggu...
Fauziah
Fauziah Mohon Tunggu... Dosen - Serenity

I will be back

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dewasa itu pilihan!

7 September 2012   13:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sih yang tidak merasa senang kalau disayang sama banyak orang. Kemana saja ada yang menemani. Mau apa saja pasti di penuhi. Kalau berbuat salah ada yang menasehati. Semua orang juga menginginkan itu. Begitu juga dengan kita. Kita sering menyebutnya dengan kata dimanja. Siapa sih yang tidak ingin dimanja?

Sering kita terpengaruh dengan kata dewasa. Kebanyakan berpikir orang dewasa itu adalah manusia yang sudah sangat sempurna dari segala segi. Dalam artian tidak lagi bergantung kepada yang lain. Kata dewasa seolah menjadi lawan kata untuk manja. Orang dewasa itu benci di bilang manja. Karena ada anggapan manja itu sifat yang melekat pada anak-anak.

Tidak bisa dipungkiri adakalanya orang dewasa itu juga merindukan masa kanak-kanaknya. Masa dimana bebas melakukan apapun. Tidak ada beban dan tanggungjawab. Bisa tertawa lepas tanpa memikirkan apa ada yang merasa di tertawakan atau tidak. Orang dewasa juga ingin di manja.

Sering kita mendefinisikan dewasa itu dengan kematangan berpikir.
Dewasa juga berarti bergantinya sikap seseorang yang tadinya masih remaja atau kekanak-kanakan, dan menjadi setingkat lebih dewasa dalam mempertimbangkan segala keputusan. Dalam artian lain seorang yang telah dewasa berarti sudah akil baligh dan mempunyai tanggung jawab.

Umur sering kali dikaitkan dengan kedewasaan. Yaa begitulah definisi standar baku kedewasaan. Tapi tak bisa di tolak ketika ada yang umurnya masih dianggap remaja atau malah masih anak-anak tapi mempunyai kemampuan berpikir yang dewasa. Sebaliknya, ada orang yang umurnya sudah sangat matang tapi gaya berpikirnya masih kekanak-kanakan.

Saya sendiri lebih suka mengatakan dewasa itu pilihan. Sedewasa apapun usia kita kalau masih bersikap kekanak-kanakan tentu saja tidak akan di pandang dewasa. Namun sekalipun masih di pandang anak kecil dan masih remaja kalau bisa berpikir dewasa, ya tentu saja kita bisa bercermin dari mereka.

Dewasa itu menurut saya bisa membuat perencanaan untuk masa depan. Bukan hanya menjalani hidup apa adanya tapi lebih pada bagaimana mengupayakan sesuatu. Ada sesuatu yang di impikan kemudian berusaha untuk meraihnya. Bermimpi dengan mata tertutup itu sudah biasa. Lalu bagaimana kita mengupayakan mimpi itu bisa disentuh dan dinikmati dengan mata terbuka. Tentu berbeda sekali rasanya, ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa di ungkapkan ketika memperoleh apa yang diinginkan.

Oleh karena itu, dewasa tetaplah pilihan. Orang lain tidak bisa mendewasakan kita jika kita masih tetap bersikukuh dengan sikap kekanak-kanakan kita. Umur tidak menjadi jaminan kedewasaan seseorang. Ada sebagian orang yang sudah dewasa tapi mereka terpenjara dalam sifat kekanan-kanakannya. Sehingga masih belum bisa memilih untuk menjadi dewasa.

Sekarang terserah kita, mau jadi orang dewasa lahir batin seutuhnya atau masih sekadar wacana ‘saya mau jadi manusia dewasa.’

Fauziah Humaira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun