Parahyangan, sebuah kata yang membawa kita kepada suana kedamaian, keindahan, kesejukan, dan keramahan. Parahyangan dengan kata lain sering disebut priangan. Masih ingatkan? Ya tepat sekali, Bandung ibukota priangan begitu bait lagu “ Halo-halo Bandung”. Menurut keprcayaan masyarakat Sunda jaman dulu parahyangan adalah tempat bersemayamnya para dewa.
Priangan atau Parahyangan sering diartikan sebagai tempat para rahyang atau hyang. Masyarakat Sunda kuna percaya bahwa roh leluhur atau para dewa menghuni tempat-tempat yang luhur dan tinggi, maka wilayah pegunungan dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Berasal dari gabungan kata para-hyang-an; para menunjukkan bentuk jamak, sedangkan akhiran -an menunjukkan tempat, jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Sejak zaman Kerajaan Sunda, wilayah jajaran pengunungan di tengah Jawa Barat dianggap sebagai kawasan suci tempat hyang bersemayam. Menurut legenda Sunda, tanah Priangan tercipta ketika para dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya. Kisah ini bermaksud untuk menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur.
Tak heran jika sekarang kota Bandung menjadi kota wisata alam yang menyejukkan. Jika kita membaca sejarah dari dulu juga sudah menjadi kota idaman para penjajah Belanda yang disebut dengan Paris van Java. Kesejutan dan kenyamanan inilah yang membuat mereka merasa seperti berada di sebuah sudut kota di Paris. Kesejukan dan kesuburan tanahnya juga membuat Bandung di kenal dengan kota kembang. Banyak sekali nama yang disematkan kepada kota ini.
Kota Bandung dikenal juga dengan kota yang penuh dengan kenangan sejarah perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya, beberapa monumen telah didirikan dalam memperingati beberapa peristiwa sejarah tersebut, diantaranya Monumen Perjuangan Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Penjara Banceuy, Monumen Kereta Api dan Taman Makam Pahlawan Cikutra.Banyaknya mall, factory outlet juga menjadi nilai tambah tersendiri untuk menarik perhatian pengungjung. Bukan hanya untuk berwisata tapi juga melakukan perjalanan bisnis. Keberadaan kampus-kampus terbaikpun cukup menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk para pelajar untuk belajar di kota ini.
Banyak alasan kenapa Bandung menjadi pilihan untuk berlibur. Keindahan alam, sejarah, bisnis, pendidikan dan satu hal lagi yang tak bisa diabaikan yaitu keramahan masyarakatnya. Tentu saja kita bisa melihat sisi positifnya, namun secara tidak sadar seiring dengan berjalannya waktu kenyamanan kota inipun semakin memudar. Banyaknya pendatang yang menyebabkan peningkatan jumlah kendaraan menambah sesaknya udara dan kebisingan. Mungkin, lambat laun prilaku masyarakatnyapun berubah didesak oleh pengaruh percampuran budaya dari keberagaman pendatangnya.
Akankah negri parahyangan ini akan tetap menjadi tempat bersemayamnya para dewa. Atau tanah subur, indah, makmur dan masyarakat berbudi luhur akan menjadi kenangan saja di masa akan datang. Semakin bertambahnya mall, gedung-gedung baru dan bangunan lainnya sedikit demi sedikit menggerus tanah parahyangan ini. Kebisingan dan polusi udara telah mengusik tanah ini. Masih bisakah suatu saat nanti kita menghirup udara pegunungan dan melihat indahnya embun pagi di kota ini?
Biarkanlah langit, air, udara dan pepohonan ini menjadi saksi bahwa saat ini negeri parahyangan masih kokoh berdidiri. Semoga Parahyangan tidak menjadi sebuah negeri dongeng yang hanya ada dalam cerita rakyat Sunda di masa akan datang. Sangat tidak diharapkan jika suatu saat Parahyangan hanya menjadi kenangan keindahan dan kemakmuran kota kembang ini atau hanya terselip menjadi legenda nama sebuah tempat saja. Sebuah harapan yang menggantung tinggi di langit ketujuh negeri Parahyangan ini masih kokoh berdiri sampai akhir sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini.
Mari kita jaga negeri Parahyangan ini tetap menghijau, subur, makmur jangan sampai ada oknum yang merenggut kedamaian ini dan mengeringkan embun pagi sebelum sempat keluarnya matahari.
Foto: Air terjun Maribaya dataran tinggi Lembang, Bandung Barat (29-12-12)
[caption id="attachment_217395" align="aligncenter" width="488" caption="Semoga waktu tidak menghentika harmoni indah ini"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H