Mohon tunggu...
Fauziah
Fauziah Mohon Tunggu... Dosen - Serenity

I will be back

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sensasi Kota Tua

24 Desember 2012   13:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:06 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horeeee...!! Libur panjang telah tiba. Hmm, walaupun sebagian belum bisa menikmati libur panjang minimal libur tanggal merah satu hari saja. Cukuplah dari pada tidak sama sekali. Berbicara masalah libur saja sangat menyenangkan, apa lagi bisa menikmaniti saat-saat libur. Huhuuuiii... luar biasa sangat menyenangkan sekali. Anda sudah menemukan tempat menghabiskan masa liburan belum? Baiklah karena saya sendiri masih belum bisa menikmati libur panjang, mungkin hanya sedikit berbagi tentang libur pendek yang pernah di lalui sebelumnya. Liburan bersama keluarga pasti sangat menyenangkan tapi karena libur kemarin hanya dua hari liburan bersama keluarga ditiadakan.

Akhirnya saya memilih libur bersama teman jalan-jalan ke museum Fatahillah. Alasan memilih tempat ini karena tertarik dengan kata “kota tua” pasti seru pikir saya.

Berhubung akhir tahun yang nama bulan di akhiri “ber” (September, Oktober, November dan Desember) waktunya tahan “ember”, begitu saya dulu belajar waktu kecil untuk mengingat musim hujan. Sepanjang perjalanan diguyur hujan tapi tetap saja dengan semangat tak padam ingin mengunjungi tempat bersejarah itu.

Tapi saya aga sedikit heran, kenapa tempat bersejarah kelihatan seperti kurrang perawatan. Hmm... tapi akhirnya saya berpikir positif saja, yaaah namanya juga kota tua pasti pengelola ingin mempertahannya atmosfer di sekitar mesium betul-betul mencerminkan namanya.

Atap museumnya bocor, lantainya dipenuhi rembesan air. Saya berusaha menghiasi pikiran dalam otak yah beginilah sensasi di kota tua. Semuanya terlihat sangat alami, rembesan air, debu yang menempel dimana-mana sensasi kota tua sangat terasa.

[caption id="attachment_216360" align="aligncenter" width="448" caption="Rembesan air di lantai (doc. pribadi)"][/caption]

Semua pengunjung bebas sebebasnya melakukan apa saja di dalam ruangan. Mau bawa pulang benda yang di museumpun boleh saja asalkan tidak ketauan. Begitulah gambaran suasana di dalam ruangan.

[caption id="attachment_216363" align="aligncenter" width="247" caption="penampakan dalam ruangan, hi hii hii..."]

13563535972124925620
13563535972124925620
[/caption]

Ada yang aneh tidak ya?

[caption id="attachment_216368" align="aligncenter" width="300" caption="Oppss! "]

1356354164646837995
1356354164646837995
[/caption] [caption id="attachment_216369" align="aligncenter" width="300" caption="Tidak potret tapi foto saja :D"]
13563542791774244464
13563542791774244464
[/caption] [caption id="attachment_216370" align="aligncenter" width="300" caption="Ada penampakan dekat artefak"]
1356354421864806979
1356354421864806979
[/caption]

Benar-benar bisa merasakan sensasi kota tua. Tapi rembesan air hujan sangat merusak pemandangan dan yang pasti merusak barang-barang yang ada dalam museum jika dibiarkan terus menerus.

Sedikit catatan yang bisa dibawa pulang dari kota tua, Indonesia sangat kaya raya sejak dahulu kala. Saya jadi berpikir apakah ini salah satu alasan kenapa kota tua ini dibiarkan seperti ini, karena masih banyak tempat lain yang juga menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang luar biasa.

Apakah ini disebabkan banyaknya tempat berlibur di ibu kota sehingga tempat ini dibiarkan begitu saja. Ahh,, bukankah sejarah tak bisa di ulang kemudian kita bisa menemukan hal yang sama di masa depan? Mungkin saja saya telah berdosa karena melanggar peraturan di kota tua tapi adakah yang rela tutup mata melihat kekayaan kita rusak dengan ketidak pedulian kita? Semoga saja seseorang yang bertanggungjawab membaca tulisan ini. Tentu saja ini bukan tanggungjawab kelompok tertentu saja tapi kekuatan perseorangan tidak berbanding dengan kekuatan kelompok. Semoga suara-suara cempreng rakyat biasa seperti saya bisa terdengar pasti dengan satu tujuan "hargai peninggalan sejarah" karena itu bagian dari kekayaan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun