tentang demokrasi lagi, apakah Indonesia sudah cocok dengan demokrasi? Seymour Martin Lipset mengungkapkan bahwa semakin kaya suatu bangsa, semakin besar peluang negara tersebut untuk melangsungkan demokrasi. hubungan demokrasi dengan ekonomi adalah jika kehidupan ekonomi yang lebih baik akan memberikan kesempatan untuk memperoleh tingkat pendidikan dan akses media yang lebih tinggi. Jenjang yang lebih tinggi pada aspek-aspek tersebut sudah tentu merupakan faktor kondusif bagi munculnya tuntutan-tuntutan yang lebih besar akan demokrasi. tingkat pendidikan tinggi rakyat akan semakin aktif berpartisipasi.
saya setuju dengan pendapat tersebut. walaupun pada kenyataannya banyak negara berkembang yang dapat lolos dari penjajah dan kemudian menganut demokrasi. tetapi menurut suyatno ada dua pandangan tentang prospek demokrasi yaitu sisi skeptis yang mengatakan bahwa demokrasi sulit tumbuh di negara yang berkembang, sedangkan sisi optimis berpendapat bahwa demokrasi adalah suatu sistem yang diidealkan terlepas dari kelemahannya. entah mengikuti pandangan yang mana tetapi menurut saya Demokrasi membutuhkan biaya untuk pertumbuhan dan perkembangannya. mengapa demikian?
kita bisa melihat implementasi demokrasi di Indonesia sebagai negara yang berkembang. dalam hal ini adalah pemilu yang merupakan alat demokrasi. pemilihan umum di Indonesia seperti tulisan yang pernah dimuat di kompasiana tentang mahalnya demokrasi, Mahalnya demokrasi kita terlihat dari berbagai fakta kekinian di Indonesia. Pemilu legislatif dan pemilihan presidenmenghabiskan uang negara trilyunan rupiah, Pilkada/pemilu kada langsung menguras uang rakyat yang ada di pusat, propinsi dan daerah trilyunan rupiiah, dan itu belum dihitung berapa milyar uang kandidat dan penyokongnya dihabiskan untuk berkampanye, menyuap, money politik, dan membayar pemilih atau kelompok ‘brandal politik’, para makelar suara, sampai ‘bandit politik’ sekelas RT dan RW.
selain itu jika dilihat dari budaya musyawarahnya, dengan adanya demokrasi maka dalam pengambilan keputusan harus dengan sidang atau musyawarah. yang disayangkan adalah dalam melakukan musyawarah perlulah mengeluarkan uang yang tak sedikit. misalnya saja sidang DPR atau presiden. rapat yang membahas kenaikan BBM disinyalir menghabiskan dana milyaran. ya mungkin karena mereka melakukan fungsi politik yang dirasa cukup berat. ditambah lagi keputusan tidak selalu langsung final, harus mengulang beberapa kali, dan akhirnya yang ditempuh bukan musyawarah lagi tetapi dengan voting.
untuk masuk ke dunia politik pun jelas membutuhkan uang yang besar pula. misalnya jika akan mencalonkan menjadi bupati, atau aktor politik lainnya. demokrasi memang tidak bisa dipisahkan dengan ekonomi.
Suyatno (2004:172) mengungkapkan pendapanya Wibowo yang melakukan eksplorasi kelemahan dan kesalahan demokrasi dengan cara memaklumi atau dengan sebutan “memaafkan demokrasi” yang dapat dipandang sebagai jalan terbaik untuk menyelamatkan demokrasi. Ada empat cara, yakni: pertama, cara yang paling persuasif adalah mengatakan ada periode yang disebut “transisi menuju demokrasi”. Sehingga segala kelemahan demokrasi dapat dimaklumi karena demokrasi yang sempurna masih “akan” datang pada suatu hari nanti. Kedua, dengan mengatakan masa ini adalah masa “konsolidasi demokrasi”. Selama periode ini kelompok dalam masyarakat masih kacau balau. Setela jangka waktu tertentu akan terkonsolidasi secara alami, karena demokrasi adalah proses yang harus melewati segala negosiasi dan kompromi.Ketiga, dengan mengatakan bahwa banyak macam kualitas demokrasi di dunia. Ada peringkat kualitas demokrasi yang dapat menolong untuk menjelaskan status demokrasinya. Keempat, dengan memberi ajektif pada tiap kata demokrasi. Sehingga boleh dikatakan setiap bangsa memiliki demokrasinya sendiri, tidak boleh dibandingkan dengan demokrasi di tempat lain.
tetapi yang jelas demokrasi juga membuat Bangsa Indonesia terlepas dari kediktatoran penguasa. suara rakyat lebih bisa didengarkan dan diperhatikan. jadi tergantung bagaimana dan dari sisi mana memandang demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H