Jadi ceritanya negeri ini disebut-sebut sedang mengalami darurat kekerasan seksual pada anak. Kasusnya memang luar biasa banyak, apalagi dalam dua tahun belakangan ini. Di media-media mereka para pelaku kekerasan atau pelecehan seksual pada anak ini disebut dengan predator seksual, dan pedofilia.
Oke, sekarang saya akan menjelaskan sedikit tentang kekhawatiran saya. Oh, tentu saja saya khawatir dengan kondisi anak-anak dan dalam skala luas negeri ini. Anak-anak adalah aset negara, itu pasti. Ketika masa kecil mereka sudah luka,maka masa depan adalah borok. Ketika diobati akan terlihat normal, tapi tidak ditangani akan meninggalkan jejak. Bahwa di situ pernah ada luka. Begitulah, dan nyatanya banyak kampanye-kampanye progresif untuk menyelamatkan masa depan mereka.
Namun, saya selalu percaya tidak ada faktor tunggal untuk kesalahan. Anak-anak adalah korban, tetapi jika kita mau berbesar hati dan melapangkan fikiran, mereka para predator seksual jugalah korban. Korban akan perlakuan masa lalu kehidupannya jika melihat dari sudut pandang psikoanalis, juga korban dari buah lingkungannya jika merujuk pada behavioris. Kenapa saya berfikir demikian? Hanya agar kita selalu berhati-hati untuk tidak semena-mena menghakimi orang lain, bahkan jika dia adalah pembunuh.
Masalah korban, saya cukupkan terlebih dahulu. Kembali ke khawatiran saya yang sesungguhnya. Media, (satu hal ini adalah shit!) telah melangkah terlalu jauh, untuk mengambil secara sepotong dari perkataan para ekspert dan digunakan oleh banyak orang awam –pedofilia. Bahwa para predator seksual adalah pedofil dan itu berarti kriminal. Oke, saya tau banyak yang menggunakan dalih gangguan kejiwaan demi meringankan vonis para pelaku kriminal. Tapi, mereduksi istilah gangguan kejiwaan sebagai suatu bentuk kriminalitas adalah kriminal itu sendiri. Sebuah, errr... Pemorkasaan lebih tepatnya.
Baiklah, saya antarkan kalian pada pedofilia. Dalam klasifikasi gangguan jiwa, ada namanya Gangguan Parafilia Seksual, yaitu mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktifitas seksual yang tidak biasa . Didalamnya, ada banyak jenis gangguan diantaranya adalah Fetishisme (ketertarikan secara seksual pada benda mati), Ekshibisionisme (memamerkan alat kelamin), BDSM (sadomasokis), dan Pedofilia. Kenapa? nggak percaya kalo ada orang-orang yang memiliki preferensi seksual seperti itu? Nah, berarti beruntunglah kalian yang menyebut diri kalian normal. Kita berhenti dulu sampai sini, tentang fakta bahwa pedofilia adalah salah satu gangguan parafilia seksual.
Dalam mempelajari macam-macam gangguan psikologis berikut penanganannya, kami menyadari bahwa tidak ada namanya sembuh, apalagi sembuh total. Itu adalah hal mustahal. Para psikolog dalam mengukur keberhasilan suatu treatment tertentu ialah melalui GAF, yaitu kondisi dimana seseorang mampu berfungsi secara global. Dalam artian, minimal mereka hidup seperti orang kebanyakan, mampu beradaptasi dengan baik, serta tidak melakukan tindakan agresi. Apakah mereka sembuh? Nope. Hanya saja, ketika gejalanya mulai muncul, mereka mengerti tindakan apa yang harus diambilnya.
Lalu apa hubungannya dengan Pedofilia? Saya merasa ngeri ketika media dan orang-orang yang disebut tokoh perlindungan anak itu menggemborkan tentang ancaman Pedofilia. Begini, ada banyak pengidap gangguan jiwa, termasuk pedofilia. Tidak semua adalah monster, tidak semuanya adalah predator seksual. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Todd Nickerson berjudul I’m Pedophile, but not a monster dijelaskan bahwa ada banyak para pedofilian yang menjalani hidup mereka like a normal person. Yang sekalipun preferensi seksual mereka kepada anak-anak cukup besar, mereka memiliki sikap untuk take it or leave it. Memberitakan kepada semua orang bahwa pedofilia adalah ancaman, sungguh menyakitkan. Saya teringat bagaimana para pemegang kekuasaan dan “penegak” syariah menghakimi para homoseksual sebagai ancaman negara. Andai mereka berekesempatan untuk berdiskusi dan membuka wawasan bagaimana orang-orang dengan gangguan parafilia seksual ataupun para homoseksual ini memperjuangkan kehidupan mereka, agar orang lain yang papa mengerti bahwa mereka adalah manusia, bukan monster.
Saya khawatir, jika ini terus dibiarkan, akan ada pemerkosaan dalam istilah gangguan-gangguan psikologis. Banyak orang akan menggunakannya untuk kepentingannya masing-masing, untuk menghakimi satu sama lain, untuk membangun kepongahan diri sendiri bahwa dirinyalah yang paling normal, dan untuk menebarkan kebencian. Dan bahawa para pengidap gangguan jiwa adalah kriminal, pun para kriminal adalah pengidap gangguan jiwa. Menggelikan sekali! LOL.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H