Mohon tunggu...
Fauzan Sukma M
Fauzan Sukma M Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Fisipol, Gadjah Mada. Memiliki ketertarikan pada bidang sastra, kebudayaan, politik, dan sejarah. Menghamba pada Tuhan, bukan zaman. http://kumpulanterbuang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budayakan Membuka Telinga

17 September 2016   09:30 Diperbarui: 17 September 2016   10:25 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
manusiamonolog.wordpress.com

Selama bersosialisasi dengan lingkungan, belum pernah saya melihat orang dijauhi temannya sendiri karena ia lebih membuka telinganya. Karena pada dasarnya ketika manusia berbicara mereka akan mencari pendengar. Dan di zaman jahiliyah modern ini sulit mencari pendengar yang baik, tapi begitu mudah menemukan pembicara yang pandai, membual. Maka dari itu, siapa dia yang mau bersedia membuka telinganya untuk mendengarkan dan memahami orang lain akan lebih dicari orang dan cenderung punya relasi yang baik dengan sesamanya. Namun yang perlu diingat, ketika orang lain berbicara, dengarkan. Dengarkan untuk memahami dan mengerti, karena kebanyakan orang mendengarkan hanya agar bisa menjawab sebagaimana dikatakan Stephen Covey.

Ketika kita mau lebih membuka telinga untuk teman atau orang lain dan mencoba memahaminya, mereka pun akan merasa dimengerti dan dihargai. Karena sesungguhnya mendengarkan dengan baik artinya menunjukkan rasa hormat dan kepedulian. Semua golongan masyarakat harusnya mau membuka telinga. yang tua jangan arogan untuk mendengarkan yang muda, mereka yang muda pun juga jangan segan untuk mendengarkan yang tua.

Dan yang lucu, banyak orang berharap didengarkan tapi kenyataannya mereka enggan mendengarkan orang lain. Bagaimana mau dihargai, kalau tidak menaruh rasa hormat. Bagaimana mau diperdulikan, kalau sulit menaruh simpati. “You learn when you listen, you earn when you listen – not just money. but respect” – Harvey Mackay.

Semoga dengan menjamurnya berbagai pelatihan public speaking dimana-mana atau sifat egoisme manusia yang tinggi lantas tidak membuat kita lupa untuk membuka telinga. Bukan masalah tingginya egoisme kita sebagai manusia, tapi masalah bagaimana kita menahan ego dengan memberi kesempatan orang – orang untuk berbicara dan mendengarkannya.

Buka telinga dan jadi pendengar yang baik. Karena secara tidak langsung kita belajar tata cara berbicara yang baik dan menghargai orang lain. Hal ini mesti dipupuk menjadi suatu kebiasaan bahkan keharusan untuk kita semua, termasuk saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun