Kesetaraan gender seharusnya bukan lagi menjadi isu yang tabu, namun perlu untuk diperjuangkan. Dalam hah ini perempuan seringkali menjadi korban atas ketidak adilan. Salah satunya dalam bidang ekonomi. Terlebih lagi serangan pandemi Covid-19 dengan dampak yang sangat mempengaruhi ekonomi secara drastis juga berdampak besar bagi masyarakat.Â
Pemecatan pegawai  terjadi di berbagai daerah yang menyebabkan turunnya pendapatan masyarakat. Tentunya, penurunan pendapatan memberikan pengaruh bukan hanya kepada laki-laki yang dilabeli sebagai tulang punggung keluarga namun perempuan pun turut terkena dampaknya. Perempuan seringkali mendapatkan ketidakadilan dari segi gaji dan kebijakan yang cenderung disamakan dengan laki-laki tanpa melihat perbedaan peran dan biologis perempuan.Â
Seringkali perempuan terdiskriminasi dalam pemenuhan hak-hak sebagai perempuan dalam pekerjaan. Belum lagi banyaknya perempuan yang terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga akibat pandemi Covid-19. Dari hal tersebut, tentunya kita melihat urgensi yang mendesak untuk selanjutnya pemerintah mengambil langkah dalam mengatasi ketidakadilan yang terjadi terutama akibat pandemi Covid-19 untuk membangun kesejahteraan ekonomi bagi segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu akan diuraikan kebijakan-kebijakan pemulihan  ekonomi dampak Covid-19 berkaitan dengan support kesetaraan gender di Indonesia.
Berdasarkan paparan UNICEF, dalam konsepnya, pria dan wanita, anak perempuan dan anak laki-laki memiliki kondisi yang sama dalam hal pemenuhan potensi. Kondisi tersebut meliputi perlakuan dan kesempatan, hak asasi manusia dan martabat yang pada akhirnya berperan dalam berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari segi ekonomi, sosial, budaya, serta perkembangan terkait dengan politik.Â
Kesetaraan gender dalam definisinya merupakan penilaian yang setara oleh masyarakat terhadap persamaan serta perbedaan antara pria dan perempuan juga berkaitan dengan peran yang mereka mainkan. Perempuan dan laki- laki dalam hal kesetaraan gender dikehendaki menjadi kesatuan mitra baik di rumah, komunitas, maupun masyarakat pada umumnya.Â
Sebagai disclaimer, kesetaraan yang diartikan di sini bukan bermakna bahwa pria dan perempuan itu sama dan menjadi sama. Namun hak, peluang, serta tanggung jawab tidak bergantung pada status kelahiran seseorang entah itu terlahir sebagai perempuan atau pun sebagai laki-laki . Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa kesetaraan gender bukan menjadi suatu ancaman bagi laki-laki atau sebaliknya, namun kesetaraan gender memberikan peluang untuk perempuan maupun laki-laki dalam mencapai dan memenuhi potensi dan peluang yang dimiliki sebagai manusia.Â
Covid-19 memberikan dampak yang sangat signifikan dan bersifat regresif bagi perekonomian bahkan dalam skala global. Namun tidak banyak yang menyadari bahwa nyatanya dampak perekonomian terhadap kesetaraan gender dalam hal ini kerugian yang didapatkan perempuan terutama dalam dunia pekerjaan jauh lebih signifikan dibandingkan laki- laki. Dalam artikel yang dilansir perusahaan McKinsey (2020), Â kerentanan yang ditimbulkan pandemi Covid-19 terhadap perempuan menunjukkan bahwa dalam pekerjaan perempuan 1,8 kali lebih rentan terhadap krisis jika dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki. Â
Terlebih lagi fakta menunjukan bahwa ada 39 persen perempuan yang berkontribusi dalam dunia kerja namun perempuanlah yang paling terdampak dalam dunia pekerjaan yaitu sebesar 54 persen perempuan kehilangan pekerjaannya. Tentunya persentase tersebut lebih besar dibanding laki-laki yang kehilangan pekerjaannya.Â
Dampak lain terhadap pekerja perempuan akibat pandemi Covid-19 juga dapat dilihat dari data yang dilansir oleh United Nation ( UN ) bahwa ada sekitar 750 juta perempuan di seluruh dunia bekerja di sektor formal serta 40 persen dari total seluruhnya yaitu 510 Juta perempuan merupakan pihak yang paling terdampak dari krisis ini yang meliputi pariwisata, perhotelan, seta penyediaan makanan.Â
Melihat dampak pandemi pada sektor ekonomi yang merujuk pada dampak terhadap perempuan. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak menyebutkan bahwa sampai Juni 2020 pekerja perempuan mengalami pemutusan hubungan kerja sebanyak 5.970 dan yang lebih parahnya sebanyak 16.941 pekerja perempuan terpaksa untuk dirumahkan .Â
Dakta lain juga menunjukkan bahwa 70,4 persen dari total 32.277 pekerja migran perempuan turut dipulangkan ke tanah air per September 2020 . Terlebih lagi, akibat dari adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan ditetapkannya pembatasan skala besar dan berbagai macam aturan yang mengharuskan untuk menutup akses sekolah sehingga beban pengasuhan atas anak serta rumah tangga meningkat dan sangat dirasakan oleh perempuan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2020).Â