Mungkin beberapa dari kita mengalami kebingungan terkait apa yang diri ini lakukan. Seakan-akan, yang dilakukan terjadi dengan sendirinya. Diri ini mengetahui jika hal itu salah, tapi entah kenapa diri ini tetap ingin, bahkan sampai melakukannya bahkan lagi dan lagi. Kita sering diberitahu bahwa kita memegang penuh kendali terhadap diri sendiri. Tetapi mengapa hal tersebut tetap terjadi? Mari kita ulas kali ini.
Sebelum diulas lebih lanjut, tentunya kita harus memahami bagaimana konsep diri bekerja. Setidaknya ada dua cara. Pertama, konsep atas sadar. Kedua, konsep bawah sadar. Keduanya bekerja terus menerus baik disadari maupun tidak, beriringan atau sendirian. Namun perlu diketahui bahwa bawah sadar yang sebagian besar menjadikan karakter diri kita. Ada yang mungkin memiliki kebiasaan jujur, rendah hati, bersabar setiap harinya. Namun ada juga yang memiliki sifat temperamental, tergesa-gesa, bahkan suka untuk menyalahkan orang lain. Semuanya terjadi secara bawah sadar, dan perlu dipahami bahwa sifat itu muncul karena kebiasaan atas sadar yang terus diulang-ulang. Sehingga benar perkataan orang bijak, diri kita sekarang adalah hasil dari kebiasaan terus menerus diri di masa lalu.
Setelah memahami konsep di atas, sedikit bisa kita pahami beberapa kegiatan di masa lalu yang terkesan terjadi di luar kendali diri. Sederhananya, kegiatan bawah sadar yang saat itu sedang bekerja. Bagaimana diri membenci suatu kegiatan, apakah mungkin karena kegiatan tersebut bernilai dosa, atau mungkin karena bisa mengurangi manfaat diri. Namun kata diri, dengan 'bodoh'nya masih saja mengulangi lagi. Kok bisa? Terus bertanya, tapi tak tahu apa jawabannya.
Pertama-tama, tentu, terima fakta bahwa itu bagian dari diri. Kegiatan tersebut bukan terjadi tanpa alasan. Ada rasa lega dan nikmat yang diperoleh dari kegiatan singkat itu. Walau terlarang. Walau tidak direkomendasikan. Sehingga itu cukup menjelaskan mengapa kegiatan tersebut tetap dilakukan.
Kemudian dengan kebesaran hati, jangan lupa bahwa kita harus sabar mengikhlaskan kenikmatan dan lega sesaat itu. Mungkin di antara kita ada yang sedang merokok namun kesulitan untuk berhenti. Ada juga yang ingin bangun subuh dan melaksanakan shalat subuh di awal waktu namun masih saja bangun lewat dari jam 6. Ada juga yang tau luar biasanya mengucapkan kata 'sayang' ke kedua orang tua tapi lidah ini sulit digerakkan, biasanya karena malu atau mungkin enggan. Memang merokok memberikan efek lega, apalagi di saat stres. Â Memang paling nikmat untuk tidur lagi setelah subuh, apalagi didukung dengan cuaca gerimis rintik-rintik. Memang kadang diri merasa tak perlu terlalu romantis dengan orang tua, untuk apa, kata diri. Semuanya ada kenikmatan sendiri. Dan semuanya itu, yang perlu diikhlaskan.Â
Memulai untuk berubah tentunya memang tidak mudah. Perlu kebesaran hati. Perlu keikhlasan hati. Karena banyak yang diikhlaskan. Pelan, namun pasti, diri akan berubah. Sebagaimana sudah disebutkan di atas, atas sadar pelan-pelan berubah menjadi bawah sadar. Menjadi ciri khas dan karakter diri. Begitulah yang diharapkan untuk dicapai.
Selama memahami mekanisme diri, apa pun permasalahannya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak perlu terlalu menyalahkan diri walau kegiatan yang tidak disuka sudah terulang berkali-kali. Tidak perlu terlalu bangga jika ada kebiasaan baik yang sudah biasa dilakukan. Karena memang begitulah yang seharusnya terjadi. Memahami mekanisme diri menjadikan kita untuk tetap bisa melanjutkan kehidupan secara baik. Life must go on, jadi mari kita jalani hidup dengan penuh semangat. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H