al-ummiyyn adalah bentuk jamak dari kata  ummiy dan terambil dari kata  umm/ ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca. Ini karena masyarakat Arab pada masa Jahiliah umumnya tidak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiy terambil dari kata  ummah umat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur'n, yang oleh Rasul saw. dilukiskan dengan sabda beliau: "Sesungguhnya kita adalah umat yang Immiy, tidak pandai membaca dan berhitung." Betapapun, yang dimaksud dengan al-Ummiyyin adalah masyarakat Arab.
Rasulullah Saw juga dikenal  sebagai seorang ummiy yang tidak bisa membaca maupun menulis, namun ke-ummiy-an beliau sebagai bentuk kesempurnaan dan bukti mukjizatnya. Dengan ketidak mampuan menulis dan membaca ummat meyakini bahwa al-Qur'an bukan buatan manusia melainkan dari wahyu.
 Dalam firman ALLAH yang berbunyi.
Artinya: "Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,menyucikan (jiwa) meraka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata" (Qs. Al-Jumu'ah 62:2)
Imam fahrudin Ar-Razi menjelaskan ayat di atas pada tafsirnya sebagai berikut: "Kesempurnaan manusia di peroleh dengan mengetahui kebenaran serta kebajikan dan mengamalkanya. Dengan kata lain, manusia memiliki potensi untuk mengetahui secara teoritis dan mengamalkan secara praktis. Allah menurunkan kitab suci dan mengutus Nabi Muhammad Saw untuk mengantar manusia meraih kedua hal tersebut".(Tafsir Al-Misbah)
Rasulullah mengajarkan al-Kitab kepada para ummiyyin dengan mengajarkan mereka membaca dan menulis serta membersihkan jiwa mereka dari keyakinan yang sesat, akhlak yang buruk, dan kebiasaan-kebiasaan masa Jahiliyah.
Berbeda dengan pandangan tokoh di atas, Dr. Muhammad Ajjaj Al-Khatib dalam kitabnya "As-Sunnah Qabla At-Tadwin" berpendapat bahwa Rasulullah tidak diutus kepada kaum yang buta huruf, melainkan kepada kaum yang buta tentang agama.
Sebelum al-Qur'an turun, orang-orang Jahiliyah sama sekali tidak pernah mendapat tuntunan agama. Mereka berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang memiliki Taurat dan Injil sebagai pedoman, sehingga mereka benar-benar jahiliyyah as-Syar'iyyah.
Mengenai baca dan tulis, mereka sudah mampu sebelum Islam datang. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan erat antara bangsa Arab dengan Persia dan Romawi, serta berdirinya Dewan al-Kisra, yang menunjukkan adanya para penulis di masa Jahiliyah yang dihormati pada masa itu. Masyarakat Arab Jahiliyah terkenal dengan kekuatan hafalan mereka. Mereka bahkan menyombongkan kemampuan mengingat mereka. Di antara mereka ada yang menyembunyikan kemampuan menulis dari orang lain karena menganggapnya sebagai aib. Ketika seseorang melihat mereka menulis, ia akan segera menegur dengan berkata, "Sembunyikanlah, karena itu aib bagi kami."
Jadi, kurang tepat jika memaknai istilah ummiy sebagai orang yang tidak mampu membaca dan menulis di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah. Rasulullah diutus kepada kaum ummiyyin untuk mengajarkan kebenaran dan mensucikan mereka dari kebodohan serta kebutaan terhadap agama. Wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H