Sukabumi, Jawa Barat -- Seorang mahasiswa bernama Zahra, mengalami kerugian lebih dari Rp500.000. setelah berbelanja di sebuah situs e-commerce yang ternyata palsu. Kisahnya bukan hanya tentang kerugian finansial, tetapi juga tentang hilangnya kepercayaan terhadap platform belanja online yang semakin marak digunakan.
Zahra, yang sedang mencari kasur baru untuk kamar tidurnya, menemukan sebuah iklan menarik di sebuah platform e-commerce. Dengan antusias, Zahra pun tertarik dan memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang penawaran tersebut.
Setelah melakukan riset mendalam tentang iklan kasur yang menarik perhatiannya, Zahra akhirnya memutuskan untuk membeli kasur tersebut. Dengan penuh harap, Zahra menyelesaikan proses pembayaran dan mulai menantikan kedatangan kasur barunya dalam beberapa hari.
Ketika paket yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Zahra langsung tercekat oleh kekecewaan yang mendalam. Bukan kasur yang ia impikan, yang muncul dari kotak besar tersebut hanyalah sebuah karpet berbulu tipis. Harapan Zahra untuk beristirahat dengan nyaman di atas kasur baru pupus seketika, digantikan oleh rasa frustrasi dan kecewa karena barang yang ia terima sama sekali tidak sesuai dengan apa yang Zahra lihat pada iklan yang tersedia di platform e-commerce.
Setelah menyadari apa yang terjadi, Zahra langsung berusaha menghubungi penjual kasur tersebut untuk meminta penjelasan atau bahkan pengembalian uang. Namun, segala upaya komunikasinya terhenti ketika ia menyadari bahwa ia telah diblokir oleh penjual. Lebih parah lagi,Â
Zahra menyadari bahwa dia juga tidak bisa memberikan penilaian atau review negatif karena toko online tersebut sudah memblokir aksesnya. Ketiadaan jalur komunikasi ini meninggalkan Zahra merasa tidak berdaya dan kecewa, dengan sedikit sekali opsi untuk memperjuangkan haknya sebagai konsumen atau setidaknya memperingatkan pembeli lain tentang perilaku penjual ini.
Setelah melakukan investigasi lebih lanjut, Zahra menemukan bahwa semua review positif yang pernah dia lihat ternyata adalah palsu. Dia juga menemukan bahwa banyak korban lain yang mengalami hal serupa namun tidak banyak yang bisa dilakukan setelah penjual menghilang dari platform.
Dalam menghadapi situasi yang tidak menguntungkan ini, Zahra tidak tinggal diam. Dia memutuskan untuk mengambil langkah lebih lanjut dengan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak platform e-commerce tempat dia membeli karpet tersebut. Zahra menyusun semua bukti yang dia miliki, termasuk bukti pembayaran, screenshot iklan produk yang menyesatkan, serta bukti bahwa dia telah diblokir oleh penjual. Dengan harapan pihak platform dapat mengambil tindakan terhadap penjual nakal dan mungkin memberikan solusi atas kerugian yang dia alami.
Langkah-langkah ini dia lakukan, karena dia merasa meskipun tidak dapat langsung mengembalikan uangnya, setidaknya memberikan Zahra rasa bahwa dia telah melakukan sesuatu untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen.
Meskipun Zahra telah berusaha keras, mengambil langkah pelaporan dengan harapan mendapatkan solusi atau setidaknya tanggapan yang adil dari pihak platform e-commerce, hasilnya mengecewakan. Hari berganti minggu, dan tidak ada satupun tanggapan yang diterima Zahra terkait laporannya.Â
Situasi ini semakin menyulitkan karena pihak toko atau penjual telah memblokir akses Zahra, membuatnya tidak hanya kehilangan uang tapi juga kesempatan untuk mendapatkan keadilan melalui sistem pelaporan platform. Rasa kecewa Zahra bertambah ketika menyadari bahwa tanpa kemampuan untuk berkomunikasi langsung dengan penjual atau mendapat dukungan dari platform, peluangnya untuk mengatasi masalah ini menjadi sangat tipis. Kejadian ini membuka mata Zahra tentang realitas pahit penipuan online dan keterbatasan sistem perlindungan konsumen pada beberapa platform e-commerce.