FPI (Front Pembela Islam) merupakan organisasi yang resmi didirikan pada tahun 1998 oleh Muhammad Rizieq Shihab dan mendapatkan dukungan militer dan juga dari beberapa tokoh politik. Organisasi ini berperan sebagai polisi moral dan memiliki tujuan untuk membantu pemerintah melawan kemaksiatan yang terjadi di masyarakat. FPI berkembang dengan cepat di kalangan masyarakat, tetapi seiring berjalannya waktu organisasi ini sering melakukan hal -- hal yang kontroversial dengan aksi -- aksi kekerasan yang dinilai sangat meresahkan masyarakat, bahkan dari golongan Islam sendiri dan membuat beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan. FPI merupakan organisasi yang radikal dengan aspirasi tentang sistem khilafah yang mengharamkan demokrasi dan aksi -- aksi intoleran mereka terhadap hak -- hak beragama dan berkeyakinan kaum minoritas. Awit Masyhuri sebagai ketua bidang penegakan khilafah mengatakan bahwa sistem yang berlaku di Indonesia bertolak belakang dengan pandangan FPI dan menegaskan bahwa FPI tidak menerima demokrasi karena bertentangan dengan hukum Tuhan, karena menurutnya demokrasi adalah hukum yang dibuat oleh manusia dan tidak seharusnya diimani. Lalu FPI juga sering melontarkan retorika yang merendahkan dan mengkafirkan pihak lain dengan ujaran kebencian, hasutan diskriminasi, dan yang lebih parah yaitu kekerasan. Pada tanggal 30 Desember 2020 akhirnya FPI resmi dibubarkan dan dilarang oleh pemerintah termasuk kegiatan dan penggunaan simbol dari organisasi ini resmi dilarang karena berbagai keresahan yang ditimbulkan di masyarakat.
      Menurut perspektif primordialis agama telah memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang bagaimana agama mendefinisikan berbagai komunitas baik di zaman kuno maupun modern. Hal ini juga merupakan sebuah penjelasan yang diduga berpotensi membangkitkan politik berbasis agama di era pasca perang dingin. Menurut konsep ini, agama merupakan penanda identitas individu dan kelompok. Primordialisme ini sering dikaitkan dengan superiority complexes. Yang dimana mereka yang beragama yang beranggapan bahwa mereka mengetahui pikiran dari tuhan yang sebenarnya sering mencoba untuk memaksakan keyakinan agama dan cara hidup mereka kepada orang yang berbeda agama atau keyakinan. Superiority complex ini membuat persepsi tentang kekuasaan dan kebenaran, yang diikuti dengan diskriminasi dan represi terhadap minoritas agama dalam masyarakat multikultural.
      Tidak bisa dipungkiri bahwa FPI sering terlibat dalam perpolitikan Indonesia contohnya seperti demo yang dilakukan untuk menggeser kembalinya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan Gelombang Aksi Bela Islam Jilid I pada Oktober 2016 hingga jilid VII pada Mei 2017. Jika diimplementasikan dengan primordialisme FPI yang merupakan organisasi Islam merasa berkuasa dan benar karena adanya kesalahan perspektif yang memandang FPI sebagai representasi mayoritas Muslim di Indonesia, padahal pada kenyataannya tidak benar. Akibat hal tersebut FPI banyak mengakibatkan beragam aksi yang intoleran seperti pelarangan dan penutupan geraja, lalu intimidasi dan penyerangan pada kelompok minoritas, serta melakukan razia. Dengan hal ini bisa dilihat bahwa FPI sebagai organisasi Islam radikal tidak cocok atau tidak pantas untuk tetap ada karena Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural dan jika dibiarkan hanya akan terjadi diskriminasi terhadap minoritas dan menyebabkan perpecahan. FPI juga terlihat seperti memaksakan kepercayaannya dan menolak hal -- hal yang berbeda dari kepercayaannya karena Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan Pancasila yang menjunjung tinggi persatuan dan Bhineka Tunggal Ika yang menjunjung tinggi tentang perbedaan yang beragam di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H