Perlindungan hukum bagi penyu di Indonesia dimulai dengan ratifikasi CITES pada tahun 1973, yang kemudian disahkan melalui Keputusan Presiden pada tahun 1978. Setelah itu, upaya perlindungan hukum terhadap penyu diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta aturan pelaksanaannya yang relevan.
1. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora.
Perlindungan terhadap penyu dimulai dengan diadakannya Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada 13 Maret 1973 di Washington. CITES bertujuan untuk melindungi spesies fauna dan flora dari eksploitasi komersial serta memastikan kelangsungan hidup mereka di masa depan. Indonesia berpartisipasi dalam konvensi ini, dan pada 15 Desember 1978, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 43 tahun 1978 untuk meratifikasi konvensi tersebut. Dengan ratifikasi ini, perlindungan penyu menjadi tanggung jawab hukum di Indonesia.
Namun, antara tahun 1973 hingga 1990, pemerintah belum mengeluarkan peraturan operasional atau dasar hukum yang memadai untuk mendukung perlindungan penyu. Hal ini menciptakan kesan bahwa ratifikasi CITES oleh Presiden Soeharto lebih merupakan langkah politik internasional tanpa adanya komitmen yang nyata untuk melindungi keberadaan penyu di perairan Indonesia.
2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pelaksana
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, dalam Pasal 20 Ayat (2), menyatakan bahwa tumbuhan dan satwa yang terancam punah serta yang populasinya terbatas, dilindungi oleh hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tumbuhan dan satwa yang dilindungi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut, penyu diakui sebagai salah satu spesies yang dilindungi. Perlindungan ini didasarkan pada kenyataan bahwa populasi penyu menghadapi ancaman kepunahan.
KESIMPULAN
Perlindungan penyu di Indonesia telah menjadi perhatian serius sejak negara ini meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada tahun 1973. Dengan ratifikasi ini, Indonesia berkomitmen untuk melindungi spesies yang terancam punah, termasuk penyu, yang diakui sebagai salah satu satwa yang perlu dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya.
Meskipun langkah-langkah hukum telah diambil, seperti pengesahan peraturan pemerintah yang mengatur perlindungan penyu, tantangan tetap ada. Dari tahun 1973 hingga 1990, belum ada peraturan operasional yang kuat untuk mendukung upaya perlindungan ini, yang menciptakan kesan bahwa ratifikasi CITES lebih bersifat simbolis daripada komitmen nyata. Namun, dengan adanya peraturan yang lebih jelas dan pengakuan terhadap penyu sebagai spesies yang dilindungi, diharapkan upaya konservasi dapat lebih efektif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H