Mohon tunggu...
fauzan faqih
fauzan faqih Mohon Tunggu... -

mahasiswa Psikologi uin maulana malik ibrahim malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandangan Sosial Manusia

17 September 2014   06:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:28 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada hakikatnya manusia itu merupakan makhluk sosial, ketergantungan manusia pada sesuatu merupakan realitas manusia. Walaupun ada beberapa manusia yang menyatakan bahwa dia bisa bertahan hidup tanpa ketergantungan tapi menurut saya pernyataan itu salah. Khususnya, manusia itu memiliki keterkaitan dengan manusia lainnya. Contoh : ketika manusia lahir, manusia tidak bisa berjalan , tidak bisa berbicara, tidak mengetahui apapun, dan yang akan memberi pelajaran dan pengetahuan itu adalah penyaluran dari orang lain (orang tua ataupun orang sekitar lainnya) ini salah satu bukti bahwa manusia membutuhkan orang lain.

Yang saya ingin saya bahas dari artikel saya adalah tentang sosialitas manusia, dan khususnya adalah di Indonesia.

Saya pernah merasakan tinggal di daerah yang mempunyai sosialitas yang tinggi, dan juga pernah tinggal di daerah yang sudah hilang ke sosialitasan mereka. Yang saya cermati, kebanyakan yang mepunyai sosialitas tinggi adalah mereka yang tinggal di daerah desa, atau perkampungan dan yang tidak memiliki sosialitas adalah dareah perkotaan.

Perbandingannya adalah kepedulian mereka terhadap orang lain,di daerah perkampungan, banyak orang yang masih mau memedulikan sesama, misalkan, jika saya sedang duduk-duduk dan ada orang desa sedang lewat di depan saya, dia mengucapkan permisi serta menyapa saya. Untuk di daerah kota, banyak orang yang jika lewat di depan orang-orang yang sedang duduk, mereka hanya lewat tanpa mengucapkan basa-basi. dan banyak di daerah pemukiman kota elite, rumah mereka seperti penjara, pagar yang sangat tinggi serta pintu rumah yang selalu tertutup selam 24 jam, bahkan mirisnya , ada beberapa yang tidak mengetahui tetangganya sendiri. Saya mempunyai sebuah cerita miris di daerah pemukiman elite, ada seseorang tinggal di daerah elite, dia sudah cerai dengan istrinya, jadi dia hanya hidup bersama pembantu-pembantunya di rumah megahnya, pada suatu saat, pembantu-pembantunya satu persatu meminta cuti karena libur hari raya, dan di saat mereka telah tidak ada di rumah megah itu, si pemilik rumah itu meninggal dunia karena penyakit, sejak awal, dia adalah orang yang egois, tidak mengetahui keadaan bahkan siapa tetangganya, maka saat dia meninggal, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, sampai jasad itu membusuk, baru ditemukan oleh satpam pemukiman elite tersebut.

Yang jadi inti dari permasalahan di sini ternyata bukanlah kota atau desa, tapi permasalahannya adalah keadaan material mereka, yang tidak memiliki sosialitas kebanyakan mereka yang sudah memiliki material yang lebih dari cukup. Mereka lebih suka memikirkan diri mereka sendiri , bagaimana mereka memiliki keadaan yang lebih dari itu, karena sifat ke tidak puasan mereka. Yang jadi pertanyaan saya, apa yang salah sehingga mereka menghilangkan rasa kepedulian mereka sampai sedemikian rupa ??

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun