Film yang dirilis pada tahun 2013 ini pada saat pertama kali menyaksikannya, saya terbawa oleh suasana pekerjaan menjadi pelaut. Di mana, dilihatkan bagaimana cara kerja dari masing-masing kru kapal dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Suasana cerita digambarkan secara detil, mulai dari kapalnya, alat-alat canggih dalam kapal untuk komunikasi, bagaimana bentuk rupa di dalam kapal dan lain sebagainya.
Cerita singkatnya yakni Kapten Richard Phillips (Tom Hank) merupakan seorang kapten kapal yang bertugas untuk membawa berbagai barang untuk menuju amerika. Di tengah perjalanan, ia menghadapi gangguan dari dua kapal kecil yang ternyata adalah bajak laut. Saat itu, Kapten Richard Phillips berusaha mengatasi hal itu dengan bekerja sama dengan krunya.
Untungnya dengan berpura-pura berkomunikasi dengan frekuensi radio yang sama, Kapten Phillips berhasil mengecoh salah satu kapal bajak laut hingga mereka mundur. Sayangnya satu lagi masih nekat mengejar. Mereka juga mengotong senjata dan menembakkannya ke arah kapal.
Meskipun kapal yang dinahkodai Kapten Phillips merupakan kapal yang besar, satu orang pun krunya tak ada yang memegang senjata api. Mungkin karena aturannya demikian.
Singkat cerita, kapal bajak laut yang masih mengejar itu mau tak mau harus berhenti di tengah lautan, karena mesin kapalnya rusak. Alhasil, untuk sementara Kapten Phillips dan awak kapalnya selamat sentosa. Ya, hanya sementara.
Selepas dari ceritanya, film ini menawarkan dialog, situasi, persembunyian, kejar-kejaran dan proses negosiasi yang benar-benar menegangkan. Apalagi didukung oleh Muse (Barkhad Abdi) yang kurus, berwajah garang dan tidak pengecut. Ditambah kawannya yang juga keras kepala dan nekat mau membunuh.
Film ini tak menghadirkan adegan dewasa yang biasa menjadi ciri khas Hollywood dan justru saya suka dengan hal itu. Itu artinya, jika tayang di TV tak mengalami banyak sensor sana sensor sini. Hanya beberapa percikan darah saja yang membuat sebagian orang terganggu.
Meski kelihatan sederhana pada mulanya, cerita film ini komplit dan tak bisa dibilang sesimpel kelihatannya. Saya sangat salut mengenai film ini. Apalagi film ini diangkat dari novel karya Richard Phillips dengan judul "A Captains Duty : Somali Pirates, Navy Seal, and Dangerous Day At The Sea". Itu artinya film ini mengisahkan kisah si penulis buku itu sendiri. Meskipun saya belum membaca buku tersebut, menurut saya apa yang saya dapat dari film sudah terasa sempurna.
Sebut saja saat adegan para penembak jitu yang ingin menjatuhkan tiga perompak di dalam sekoji. Mereka tidak bisa main tembak begitu saja. Mereka diarahi oleh ketua yang mengawasi langsung lewat komputer di dalam kapalnya. Untuk sasaran yang layak ditembak, maka di monitor komputernya itu akan menampilkan garis hijau untuk setiap satu orang yang dibidik. Jika masih merah, itu artinya sasaran belum aman untuk dijatuhkan.
Juga ada saat dimana para pembajak berhasil menaiki kapal, Kapten Phillips dengan lihainya segera meminta para awaknya untuk bersembunyi di ruangan paling susah dijangkau, ruang mesin.
Tak mau ditipu, Kapten perompak bernama Muse juga lihai dan lincah otaknya. Tak hanya tau bahasa Somalia, ia juga tahu bahasa inggris. Bahkan kawan-kawan perompaknya juga mengerti bahasa paman sam itu. Muse juga tahu dan tak mau dibodohi oleh Kapten Phillips, sehingga saat mereka berhasil menangkap Phillips dan meminta untuk mengeledah isi kapal, ia dengan cepat melihat denah kapal dan meminta Kapten Phillips untuk membawanya ke sana.