Sekitar enam bulan terakhir, tampaknya kata "privilege" sering sekali muncul di berbagai media, terutama di postingan yang menunjukkan sebuah keberhasilan atau prestasi seseorang dalam meraih sesuatu. Sebut saja saja di kalangan mahasiswa, berprestasi tentu sudah menjadi bagian dari hidup mahasiswa yang penuh dengan ambisi. Pada dasaranya, setiap dari mahasiswa tentu juga ingin tampil dengan penuh prestasi, namun apa semua punya porsi yang sama dalam meraih mimpi ?
Dalam meraih mimpi, privilege tentu berkaitan erat dengan berbagai faktor. Faktor ekonomi misalnya, dengan kecukupan finansial tentu seorang mahasiswa mampu mengalokasikan dana nya untuk berprestasi tanpa merusak tabungan pribadi atau bahkan biaya kehidupan sehari-hari. Begitupun dengan faktor pendukung lainnya seperti keluerga yang harmonis tentu akan lebih membantu seseorang untuk terus fokus tanpa harus memikirkan ini dan itu. Dan juga berbagai faktor lainnya seperti faktor kesehatan, lingkungan yang suportif hingga faktor pandemi.
Perubahan dunia akibat pandemi membuat manusia harus segera beradaptasi. Tidak hanya tentang kebiasaan baru saja, namun hingga alat untuk berprestasi. Dengan kondisi yang belum stabil ini, berbagai kegiatan kini dialihkan menjadi kegiatan berbasis online. Artinya dalam hal ini, syarat meraih mimpi pun agaknya semakin tinggi. Seperti kemampuan untuk membeli kuota ditengah pandemi yang sangat berpengaruh pada pergerakan ekonomi. Belum lagi dengan tempat yang harus terjangkau dengan internet dan memiliki jaringan yang stabil untuk bisa terkoneksi, dan juga berprestasi.
Perlu digarisbawahi bahwa prestasi dalam hal ini berkaitan dengan sebuah ambisi mahasiswa pada umumnya untuk mengikuti berbagai kompetisi dan mencoba hal baru untuk mengembangkan kemampuan diri. Bukan berarti mengeneralisasikan sulitnya untuk berprestasi. Namun, inilah fakta privilege untuk berprestasi ditengah pandemi.
Berprestasi ditengah pandemi menunjukkan semakin besarnya peluang orang-orang dengan privilege tinggi dalam menggapai mimpi, namun sama sekali tidak menutup kemungkinan bagi setiap orang untuk meriah mimpinya masing-masing.
Mengenai sebuah privilege dalam berprestasi, agakanya saya sudah mengenalnya sejak masa sekolah. Sebegaimana persepsi miring pada umumnya, berprestasi biasanya dilihat dari peringkat kelas, sehingga menghasilkan sebuah persaingan dalam meraihnya. Saya menjadi bagian dalam persaiangan pada masanya,biasanya privilege yang dimiliki orang lain selalu saya jadikan alasan untuk pembelaan diri ketika tidak mampu bersaing atau meraih apa yang saya inginkan. Namun pada akhirnya, saya menyadari bahwa ada yang lebih penting daripada pembelaan diri, yaitu apresiasi diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H