Mohon tunggu...
Ahmad Fauzan
Ahmad Fauzan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Diam Tertindas atau Bangkit Melawan

Bila yakin, berusaha dan mencoba tak ada yang tak mungkin.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

D I A (Kedekatan Sesaat 2)

4 Mei 2022   16:51 Diperbarui: 4 Mei 2022   16:55 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fauzanahmadud - Mares telah menyiapkan semua barangnya di dalam tas dan koper. Iapun mulai melangkah untuk berpamitan. Semua keluarga Pak Zali dan ibu tarsih terkejut. 

"Ini bulan puasa res, dan kurang dari 7 hari lagi kita akan berlebaran. Tolong jangan pergi. Kita akan membuka 5 restoran mini yang indah setelah lebaran ini. Bukankah kau yang menjadi inisiator semua ini..?! Kata pak Zali. "Pak, sudah ada Zaki, Irsyad dan Guntur. Juga ada ada putri bapak yang cantik Sayyidah dan Rosnaini yang sudah mampu menjadi kreator restoran yang handal dimasa depan. Bapak tidak membutuhkan aku lagi." Tegas mares merendahkan diri. "Tidak nak, kamu pemilik semua restoran yang sederhana ini. Kamulah pembangkit nafas kami semua. "Aku hanya perantara pak, tapi Dia Yang Kuasa adalah penggerak segalanya."

"Lihat ini, ini surat kuasa atas restoran terbaru kita, ini atas namamu nak, kamu anak kami, kamu bagian utama kami. Mereka semua disana menginginkan kamu, mereka rindu masakanmu, yang katanya koki terjelek yang pernah mereka temui." "Bapak lihat.." Menunjuk Sayyidah dan Rosanaini. "Mereka berdua lebih dinantikan disana, ditempat yang bapak tulis atas namaku. Itu hak mereka bukan aku, lagian warga disana sangat mencintai mereka berdua." Tapi nak, itu semua karena kamu. Mereka akan selalu mencintaimu." "Tidak pak, mereka mencintai kalian semua yang telah memberi banyak arti kemanusiaan dan selera makanan yang khas daerah kita."

"Tapi nak, kamu adalah penerang dari kelamnya perilaku manusia yang buta oleh keserakahan dan kesombongan dunia. Kami orang rendahan yang kau angkat jadi berharga." Mares menghela nafasnya dan berkata, "Itu semua hanya kesempatan bernilai yang diberikan Tuhan kepadaku untuk kalian. Telah kukatakan pada rada, bahwa takdirku ada ditempat yang jauh. Tempat dimana kasih sayang dan kebahagiaan akan selalu bersamaku dan orang-orang yang ikhlas menerimaku." Mata mares seolah menembus kuba langit yang jauh. Seolah ia sudah berada disebuah istana indah dan megah dan diantara istana itu terdapat permadani jingga yang ditemani banyaknya cahaya. "Nak.. Kau berkata seakan kau akan pergi meninggalkan kami selamanya", " Tidak pak, tapi perpisahan setiap insan pasti menjadi kenyataan." 

Disisi lain, didekat pintu kamar yang baru, rada berkata, "kau tidak mencintaiku hanya karena aku telah menolak cintamu. Dan sekarang, kau akan pergi hanya karena kami bukan keluarga aslimu bukan, kita hanya sama-sama orang perantauan disini. Kau sengaja karena cintamu telah hilang karena pengorbananmu..?!" Rada, ini bukan karena cinta ataupun keluarga, ini persoalan amanah jiwa yang harus aku jalani sendiri. Aku tidak bisa melibatkan orang lain untuk ini. Aku mohon berhentilah memaksaku dengan alasan apapun agar aku bertahan disini. Percayalah, kalian semua adalah belahan jantung hati, tempat bermanja dan tempat dimana diri ini tak pernah sebahagia ini sebelumnya." "Kalau begitu bertahanlah bersama kami nak..?" Seru ibu tarsih yang tak mampu menahan kesedihannya. 

Dengan banyaknya pernyataan keluarga itu, tiba-tiba, pandangan mares menjadi kabur, kepalanya sakit dan tubuhnya melemah. Iapun hampir saja terjatuh di lantai jika tidak segera dipegang kuat oleh banyak orang. Dunia menjadi kabur, hitam tanpa titik terang sedikitpun. Tanpa berpikir panjang, pak Zali segera membawa mares kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang terbaik. 

Setelah 4 hari dalam perawatan medis, mata bening dengan alis mata yang tebal itu mulai terbuka. Perlahan tapi pasti mulai menatap sekelilingnya. Semakin jelas dan terang. "Nak, kau telah sadar sesuai prediksi dokter." "Aku kenapa, kalian kenapa berkumpul disini dan menangis." Semuanya hanya diam membisu, mereka semua berpegangan erat satu sama lainnya. Romli membuka suara. "Kau merahasiakan semuanya dari kami, cintya telah menceritakan semuanya. 

Kenapa tidak kau biarkan kami membantumu dari sebelumnya. 3 tahun kebersamaan dalam membangun kesuksesan bersama, tapi kau hanya menahan sakit sendirian. Kau telah membuat kami berdosa." Air mata romli tak tertahankan. Ia menangis sejadi-jadinya dipundak mares. Mata mares memperhatikan cintya yang hanya menunduk menahan kesedihan. "Hei gadis nakal, kemarilah.." Panggil mares dengan terbata. 

Cintya mengangkat kepala dan mendekati mares. "Ternyata kau tidak lagi setia." "Kenapa...?! "Kau telah membocorkan rahasia kita, kau telah mengkhianati janji kita.." Cintya langsung memeluk mares dengan erat. "Justru karena kesetiaan dan janjikulah, kukatakan semuanya. Tak mungkin melepasmu ketika kehancuran melekat ke pemiliknya." Mares tersenyum bahagia mendengarnya. "Kau telah pandai berkata yah, aku sayang padamu dan aku ingin kau menemaniku malam ini." Dengan deraian air mata, cintya mengiyakan dan mencium mesra kening mares yang terbaring lemah.. 

Bersambung...

Oleh: Yurmartin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun