Mohon tunggu...
P.Aulia Rochman
P.Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gencatan Senjata atau Hanya Ilusi? Zionisme, Konflik, dan Manipulasi Perdamaian di Palestina

17 Januari 2025   19:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   19:52 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: static.promediateknologi.id

Dengan posisi uniknya sebagai negara adidaya, AS memiliki potensi untuk menjadi mediator yang adil dalam konflik ini. Namun, sikap biasnya terhadap Israel justru memperumit situasi dan merusak kredibilitasnya di mata dunia. Peran AS yang lebih seimbang diperlukan untuk mendorong solusi damai yang berkelanjutan bagi kedua belah pihak.

Gencatan Senjata yang Dicederai: Fakta di Lapangan

Upaya gencatan senjata sering kali menjadi titik harapan bagi rakyat Palestina di tengah konflik yang berkepanjangan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan pola yang berbeda. Meskipun kesepakatan gencatan senjata diumumkan, serangan terhadap wilayah Palestina terus berlanjut. Salah satu contoh mencolok terjadi baru-baru ini, ketika Hamas dan Israel menyepakati gencatan senjata permanen yang akan dimulai pada 19 Januari 2025. Namun, sejak pengumuman tersebut, serangan udara Israel tetap berlangsung, menewaskan lebih dari 100 warga sipil hanya dalam beberapa hari.

Data resmi menunjukkan dampak mengerikan dari serangan ini. Dalam 460 hari konflik terakhir, lebih dari 46.000 warga Palestina dilaporkan tewas, termasuk perempuan dan anak-anak. Serangan yang berlanjut setelah pengumuman gencatan senjata telah menambah jumlah korban jiwa, menghancurkan ribuan rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Infrastruktur Gaza yang sudah rapuh akibat blokade selama bertahun-tahun kini semakin hancur, membuat kondisi hidup masyarakat Palestina menjadi hampir tidak layak.

Penulis setelah beribadah di Masjid Istiqlal. Dokpri
Penulis setelah beribadah di Masjid Istiqlal. Dokpri

Analisis terhadap motif di balik serangan setelah kesepakatan damai menunjukkan strategi politik yang kompleks. Bagi Israel, serangan ini sering kali dibenarkan sebagai langkah "defensif" untuk menghancurkan infrastruktur militer Hamas. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa target serangan mencakup wilayah sipil, yang secara hukum internasional dianggap sebagai pelanggaran. Langkah ini tidak hanya melukai rakyat Palestina secara fisik, tetapi juga secara psikologis, menciptakan rasa ketakutan yang mendalam.

Banyak pihak menilai bahwa gencatan senjata sering kali digunakan sebagai taktik untuk mengulur waktu bagi Israel dalam memperkuat posisi militernya. Dengan melanjutkan serangan, Israel mengirim pesan yang jelas bahwa ia tidak akan mengendurkan cengkeramannya atas Palestina, meskipun ada tekanan internasional. Serangan ini juga dianggap sebagai upaya untuk melemahkan Hamas sebelum gencatan senjata berlaku sepenuhnya, yang pada akhirnya hanya memperpanjang siklus kekerasan.

Dengan pola yang terus berulang ini, wajar jika masyarakat internasional mempertanyakan komitmen Israel terhadap perdamaian sejati. Di sisi lain, rakyat Palestina terus menjadi korban dari kebijakan yang mengabaikan hak asasi manusia mereka. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa gencatan senjata hanya menjadi ilusi jika tidak diikuti oleh komitmen nyata untuk menghormati perjanjian damai.

Manipulasi dan Strategi Zionisme dalam Konflik

Dalam sejarah panjang konflik Israel-Palestina, strategi manipulasi Zionisme sering kali terlihat melalui pola berulang dalam pelaksanaan gencatan senjata. Meskipun gencatan senjata biasanya diumumkan sebagai upaya menuju perdamaian, realitas menunjukkan bahwa langkah ini sering kali dimanfaatkan untuk mengulur waktu. Israel, dengan dukungan penuh dari sekutu-sekutunya, menggunakan masa gencatan senjata untuk merencanakan strategi militer baru, mengonsolidasikan kekuatan politik, dan memperkuat posisinya di kawasan.

Salah satu strategi utama yang digunakan Zionisme adalah pemanfaatan konflik untuk memperkuat legitimasi politik dan kemampuan militer Israel. Dalam banyak kasus, tindakan agresi terhadap Palestina dibingkai sebagai respons terhadap ancaman keamanan nasional. Narasi ini kerap diulang dalam upaya membangun dukungan domestik dan internasional terhadap tindakan Israel. Serangan yang diluncurkan selama atau setelah gencatan senjata sering kali dibenarkan dengan alasan menghancurkan infrastruktur Hamas atau "mencegah ancaman teroris," meskipun dampaknya sangat merugikan warga sipil.

Pola ini terlihat dalam berbagai operasi militer Israel, di mana periode gencatan senjata dijadikan kesempatan untuk memobilisasi pasukan, mengembangkan teknologi militer, dan mendapatkan dukungan diplomatik dari negara-negara sekutu, terutama Amerika Serikat. Selain itu, narasi keamanan digunakan untuk memperkuat klaim bahwa tindakan Israel adalah bagian dari "hak membela diri." Klaim ini sering mengabaikan fakta bahwa mayoritas korban adalah warga sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, yang hidup di bawah blokade yang melumpuhkan.

Manipulasi ini juga tercermin dalam pendekatan Israel terhadap komunitas internasional. Dengan memainkan peran sebagai negara kecil yang "dikepung" oleh musuh, Israel berhasil mendapatkan dukungan politik dan ekonomi yang melimpah dari negara-negara Barat. Strategi ini tidak hanya memperkuat posisi Israel di kancah internasional, tetapi juga membungkam kritik terhadap kebijakan pendudukannya di Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun