Mohon tunggu...
Fauzan Adzim
Fauzan Adzim Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UNIWARA

hobi main voli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KH Moch. Khozin

16 Januari 2024   16:26 Diperbarui: 16 Januari 2024   16:41 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tanah Jawa Timur, khususnya di Siwalan Panji - Buduran, terhampar sebuah kisah luar biasa tentang pesantren Al-Khoziny. Daerah ini telah lama dikenal sebagai tempat yang melahirkan ulama-ulama terkemuka, seperti KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Nachrowi Thohir Bungkuk, Mbah Hamid Abdulloh Pasuruan, KH.R. As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan, dan yang tak kalah hebatnya, KH. Moch. Khozin.

 berlanjut pada perjalanan spiritual Syaikhona Kholil Bangkalan, yang dalam ibadah hajinya bermimpi bertemu dengan Rasulullah di Madinah. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah menitipkan salam untuk KH. Moch. Khozin di Siwalan Panji. Kendati awalnya Syaikhona tidak mengenal KH. Moch. Khozin, dia memutuskan untuk mencarinya setelah tiba di pelabuhan Surabaya.

Syaikhona mencari Moch Khozin di Buduran, dan pertanyaannya disambut dengan jawaban yang spontan dari seorang laki-laki tua yang sedang menyapu halaman pesantren. Kesimpangsiuran informasi dari warga setempat membuat pencarian Syaikhona menjadi menantang, hingga akhirnya bertemu dengan laki-laki tua yang benar-benar Moch Khozin. Moment tersebut diwarnai dengan kekaguman Syaikhona yang mendorongnya untuk mencium tangan Khozin.

Syaikhona Kholil menjadi utusan penting dalam pesantren Al-Khoziny. Khozin membuka khataman kitab Tafsir Jalalain setiap bulan Ramadan, menarik peserta dari berbagai daerah. Meskipun transportasi kereta api dihadang berbagai rintangan, pemerintah kolonial akhirnya membangun stasiun kereta api di Buduran untuk mendukung pesatnya pesantren.

Pada tahun 1926, KH. Moch. Khozin mendirikan pesantren di Buduran, yang kemudian diwarisi oleh putranya Moch Abbas. Dengan keteguhan hati dan kesederhanaan hidup, pesantren ini berkembang pesat. Meski KH. Moch. Khozin wafat pada tahun 1955, amanat untuk khataman tafsir dilanjutkan oleh putranya, KH. Moch Abbas, yang juga hidup sederhana. Kisah ini menjadi bagian dari warisan budaya dan spiritual pesantren Al-Khoziny, yang terus dikenal dengan lima tarekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun