Syekh Adurrahman merupakan putra dari pedagang asal persia, ibunya bernama Nyai Syamsiah. Menurut Mbah Zaini ( juru kunci ) Nyai Syamsiyah dan suaminya merupakan pedagang asal persia yang hijrah ke tanah jawa lebih tepatnya Surabaya, tetapi menurut narasumber lain Nyai syamsiah yang berasal dari keluarga Persia yang sudah lama ditinggal suaminya pergi ke tanah jawa. Di saat pertengahan mengandung, suami nyai syamsiah berpamitan untuk jihad ke daerah Jawa Tengah dan berwasiat jika anak dalam kandungannya lahir laki – laki maka diberi nama Abdurrahman.
Singkat waktu saat Syekh abdurrahman berusia anak – anak, nyai syamsiah bercerita ke syekh abdurrahman kalau pada saat Syekh Abdurrahman di perut ibunya ayahnya berpamitan untuk jihad ke jawa tengah, dan akhirnya Syekh abdurrahman pun pergi ke jawa tengah untuk mencari ayahnya.Â
Menurut Mbah Zaini Di tengah – tengah mencari ayahnya Syekh Abdurrahman menyusuri sungai tuntang dan akhirnya bertemu dengan mbah sirojuddin, tetapi menurut narasumber lain beliau bertemu dengan sunan kalijaga dan nyantri kepada beliau, setelah lama nyantri akhirnya sunan kalijaga menyarankan ke syekh abdurrahman agar pergi ke suatu tempat di dekat sungai tuntang, dan akhirnya syekh abdurrahman pergi ke tempat tersebut dan tak lama di tempat itu beliau bertemu dengan seseorang yang memang ternyata adalah ayah syekh Abdurrahman, tetapi setelah berbincang lama dengan syekh abdurrahman, ayahnya memutuskan untuk tidak bisa ikut dengan beliau karena meneruskan tugas jihad di daerah Demak dan pada akhirnya syekh Abdurrahman menetap di tempat tersebut dan menyiarkan agama, karena dahulunya tempat tersebut sepi penduduk dan banyak tumbuhan glagah hingga sekarang semakin banyak orang yang mengaji di syekh Abdurrahman maka tempat tersebut dinamai Ngroto ( padang lan roto ).
Dalam pembangunan masjid agung demak syekh abdurrahman juga ikut serta membangunnya pada saat usianya yang muda, bahan utama dari pembangunan masjid yaitu kayu dari daerah solo menurut mbah zaini yang mencari kayu tersebut yaitu joko tingkir, pangeran Diponegoro dan Nabi Khidzir, akhirnya kayu tersebut di hanyutkan di sungai pakai gethek, pada saat fajar mulai terbit para wali tersebut berhenti untuk bersembunyi tepatnya di daerah brebes, dan saat malam hari para wali menghanyutkan kayu lagi ke daerah demak, di saat pembangunan masjid, mbah abdurrahman di suruh cepat oleh para wali agar cepat selesai sebelum fajar terbit, kata mbah zaini, lah kun fayakun dengan tangan kosong syekh abdurrahman bisa memasang kayu membentuk rancangan masjid bahkan di usia yang muda itu syekh abdurrahman bisa memasang Godho Mustoko masjid sendiri, selain itu beliau juga bisa membuat bedhug dan cara memukulnya pun pakai tangan kosong (diganjur).
Dari kelebihan syekh Abdurrahman tersebut, beliau akhirnya masyhur dengan sebutan Syekh Abdurrahman Ganjur Godho Mustoko yang sekarang makamnya berada di desa Ngroto,kecamatan Gubug, kabupaten Grobogan, Jawa tengah
Tulisan ini ditulis oleh Muhammad Fauzan Adzim sebagai tugas mata kuliah Floklore, kepenyiaran, dan anakes.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H