Kriminologi forensik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang penggunaan teknik dan metode ilmiah dalam penyidikan kejahatan (Williams, 2014). Dalam melakukan proses penyelidikan terhadap suatu tindak kejahatan, kriminologi forensik bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menghukum pelaku kejahatan.Â
Di Indonesia sendiri, penegakan hukum merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi sebuah tindak kejahatan. Oleh karena itu, kriminologi forensik menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap kejahatan dan menjatuhkan hukuman kepada pelakunya (Grossrieder & Ribaux, 2019).Â
Kriminologi forensik sebagai suatu sub-disiplin ilmu dalam pengungkapan sebuah tindak kejahatan tidak dapat berdiri sendiri perlu adanya ilmu lain yang bersanding dan ikut terlibat bersamaan dalam proses perkembangannya, diantaranya keilmuan medis dan kaitannya dengan otopsi; psikologi dan kaitannya dengan perilaku dan mental individu; pengetahuan alam dan kaitannya dengan pendeteksian racun, genetika, dan tes DNA; komputer dan kaitannya dengan fenomena hacking; akuntansi dan kaitannya dengan fraud; linguistik dan kaitannya dengan bahasa; dan hukum pidana yang memiliki keterikatan dengan praktik hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
Salah satu contoh penerapan kriminologi forensik dalam upaya pengungkapan kasus kejahatan dan juga penegakan hukum dapat dilihat dari jalanannya proses persidangan kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo CS. Terdapat saksi ahli yang dihadirkan untuk mengungkan CCTV yang memperlihatkan saat Ferdy Sambo turun dari mobil di Komplek Polri Duren Tiga, sesaat sebelum Brigadir J dibunuh (Kharismaningtyas, 2022). Selain itu, saksi ahli juga mengungkapkan adanya grup percakapan WhatsApp yang beranggotakan Ferdy Sambo CS yang dibuat setelah 3 hari dari tewasnya Brigadir J (Rozie, 2022). Ahli yang dihadirkan tersebut merupakan  orang yang bergelut pada bidang digital forensik yang merupakan salah satu sub-disiplin ilmu dari ilmu forensik yang membantu kriminologi forensik dalam menungkap sebuah kasus kejahatan dan penegakan hukum.
Namun, meskipun kriminologi forensik merupakan salah satu upaya yang efektif dalam penegakan hukum, terdapat beberapa kendala yang sering dihadapi dalam penerapannya di Indonesia. Misalnya, bukti-bukti yang ditemukan di lokasi kejahatan dapat mengalami kerusakan atau kontaminasi selama proses penyelidikan, seperti yang terjadi pada kasus pembunuhan Brigadir J. Hal ini dapat menyulitkan dalam mengidentifikasi dan menganalisis bukti-bukti tersebut yang di mana perlu adanya ketelitian lebih atau ekstra dalam proses pengidentifikasiannya.
Dalam proses identifikasi bukti yang ditemukan di sebuah lokasi kejahatan, para ahli kriminologi forensik juga perlu untuk mempertahankan aspek etika yang berlaku guna menghindari terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam proses penyelidikan kejahatan (Williams, 2014). Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat memberikan hasil analisis yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dalam penyelidikan kejahatan.
Selain itu, salah satu kendala terbesar lainnya adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh aparat penegak hukum, seperti kurangnya alat-alat yang dibutuhkan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan kurangnya tenaga ahli yang memahami teknik-teknik yang digunakan dalam kriminologi forensik (Oktaviani, 2021).Â
Meskipun demikian, dengan adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, diharapkan dapat membantu aparat penegak hukum dalam mengatasi kendala-kendala tersebut dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum di Indonesia melalui penerapan kriminologi forensik.
Referensi :
Kharismaningtyas. (2022). Ahli Digital Forensik Tunjukkan Rekaman CCTV Ferdy Sambo Tanpa Sarung Tangan. Diakses melalui https://www.kompas.tv/article/360369/ahli-digital-forensik-tunjukkan-rekaman-cctv-ferdy-sambo-tanpa-sarung-tangan
Grossrieder, L., & Ribaux, O. (2019). Towards forensic whistleblowing? From traces to intelligence. Policing: A Journal of Policy and Practice, 13(1), 80-93.