Pengalaman pagi ini setibanya saya di bandara soekarno hatta langsung membuka aplikasi Grab dalam rangka menuju ke daerah Karawaci. Selama perjalanan menuju karawaci sempat saya berbincang-bincang mengenai kondisi hari ini yangg sedianya akan diilakukan demo oleh para supir taksi di beberapa tempat di Jakarta.
Sang supir yg mengendarai taksi tersebut bercerita bahwa dia beserta sebagian besar supir taksi online adalah eks karyawan perusahaan besar dan ada juga sebagian eks supir taksi konvensional ...yg mana sepintas saya bisa menilai mereka dari aspek intelektualitas yang mereka miliki mencerminkan pola pikir dan kesadaran mereka akan daya saing yg mereka miliki terutama daya saing pengetahuan dan pemahaman mengenai tehnologi.
Faktanya dari percakapan tersebut bahwa hampir sebagian besar para supir taksi online tersebut memutuskan menjadi supir taksi online karena melihat begitu besarnya peluang laba yang bias diperoleh. Bahkan banyak dari mereka (yang umumnya justru kendaraan yg mereka pakai dlm proses produksi adalah kendaraan pribadi) bukan saja mendapatkan keuntungan yan lebih besar dari sebelumnya namun sebagian dari mereka telah berhasil menambah armada dari hasil kegiatan yang mereka lakukan.
Beliau juga bercerita bahwa banyak dari mereka (khususnya supir eks taksi konvensional) mengambil keputusan untuk keluar dari perusahaan taksi konvensional adalah dengan alasan sangat minimnya pendapatan yg didapat mereka selama menjadi supir taksi. Dengan target setoran rata-rata 200 ribu per hari , belum dengan kondisi mereka diharuskan untuk membayar cicilan kendaraan operasional yang mereka gunakan sehari-hari kepada perusahaan operator taksi dimana mereka bekerja, ditambah dengan beban (sebut saja hutang) yang harus mereka bayar akibat kurangnya setoran yang mereka dapatkan.
Tentu saja hal ini sangatlah memberatkan para eks supir taksi konvensional tersebut untuk bertahan dan akhirnya memutuskan untuk mengais rejeki dengan menjadi supir taksi online yang hasil dan pendapatannya jauh lebih besar (karena mereka tidak dituntut oleh perusahaan online tersebut harus menjalankan kewajiban layaknya spt kebijakan perusahaan taksi konvensional).
Dari cerita supir tersebut, saya jadi berpikir bahwa latar belakang dari munculnya demo hari ini tidaklah semata karena tuntutan “nafkah” dari para supir taksi konvensional yang merasa tersaingi, akan tetapi juga dilatarbelakangi oleh iklim persaingan usaha.
Satu harus yang menarik bagi saya adalah masalah kesejahteraan supir bahwa para pengusaha moda transportasi konvesional selama ini tidak memperhatikan kepentingan dan aspek kesejahteraan pengendara khususnya berkaitan dengan kebijakan perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan para supir taksi. Dimata saya, mereka (supir taksi konvensional) hanyalah semata mesin cetak uang bagi para pengusaha-pengusaha dan para kelompok kartel dibidang transportasi tersebut.
Berkaca dari fenomena tersebut, ada satu pelajaran bagi kita semua khususnya para pelaku bisnis dan pemilik usaha, bahwa apapun motif ekonomi manusia yaitu profit oriented. Ada beberapa aspek yg harus diperhatikan, bahwa meski dengan begitu besarnya upaya kapitalisasi disuatu bidang usaha namun tanpa dilandasi kesadaran bahwa SDM adalah suatu asset bagi perusahaan yang harus diperhatikan demi terjaminnya keberlanjutan jangka panjang.
Jika merujuk dari latar belakang munculnya kegiatan ekonomi bahwa munculnya kegiatan sebagai akibat adanya berbagai kelangkaan yg ditemui manusia baik itu kelangkaan sumber daya maupun kelangkaan barang/jasa akibat yang didominasi oleh kecenderungan sifat serakah dan ketidakpuasan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Bahkan dalam teori produksi gambaran keserakahan dan ketidakpuasan tersebut digambarkan sebagai hukum law diminishing return.
Dan hal inilah yang belum dipahami oleh sebagian besar perusahaan-perusahaan yang berbasis capital , bahwa SDM adalah asset sekaligus pembawa misi dari agent of change yang mampu melihat potensi pasar. Adapun kegagalan pasar yang dialami oleh perusahaan-perusahaansemacam itu akhir-akhir ini tidaklah terlepas dari sifat serakah dari para pemilik modal yang telah mengenyampingkan prinsip alokasi sumber daya yang efektif serta kepentingan kesejahteraan, pengakuan, dan informasi bagi pihak yang terlibat didalam proses kegiatan tersebut khsusnya para pengendara taksi.
Alokasi sumberdaya yang efektif tersebut hanyalah didapat apabila tercipta manakala individu dapat mencapai titik kepuasan maksimal, dengan seadil-adilnya tanpa menzalimi individu yang lainnya. Bahkan dalam Islam pun mengajarkan bahwa terdapat berbagai nilai dan norma-norma yang harus diperhatikan dalam hal pengalokasian maupun pendistribusian pendapatan.