Mohon tunggu...
fauny hidayat
fauny hidayat Mohon Tunggu... wiraswasta -

swasta, independen, tak punya afiliasi ke partai politik manapun

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk Nandaku: Bukanbintangjatuh (Surat Bunda untukmu, Nak....)

20 Maret 2011   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:37 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

nanda bukanbintangjatuh tercinta,

ah nandaku, surat nanda itu bunda baca saat bintang benar-benar sedang jatuh ke bumi, membelah sinar bulan yang bermuram, dan gulita malam sedang bersenandung apik. hati bunda tercabik, bukan oleh tangisan nanda yang lamat-lamat terdengar jauh; tapi oleh beban  idaman hidup yang sedang nanda tuliskan. hati bunda menangis, menangisi ide-ide nanda tentang lelaki sempurna yang nanda idamkan, yang bagi bunda sungguh jauh diluar dugaan....

ah nandaku, apakah bunda telah keliru memberi pemahaman tentang makna hidup ini pada nanda? tentang lelaki sempurna yang nanda idam-idamkan?

ah nandaku, bunda mengerti benar idaman nanda itu seperti kuncup bunga yang sedang mekar di taman firdaus. wangi sewangi-wanginya, semerbak sesemerbak-merbaknya. tapi itu hanyalah wangi yang menipu, hanyalah semerbak yang menjebak. taman firdaus dengan wangi dan semerbak itu hanya ada di hati kita nandaku. kita tidak bisa melihatnya, kita hanya bisa merasakannya. kita hanya bisa mendengarkan kisahnya; tapi bukan lalu kita tidak bisa merasakannya. di hati sini, di dalam dada ini, bukan di dalam pikiran kita yang sehat lahir batin....

ah nandaku, lelaki sempurna yang nanda idamkan itu hanyalah sepotong cuplikan kisah kasih yang ada di alam baka, bukan di alam yang fana ini.

ah nandaku, sudahlah, sudahi idaman nanda itu. bunda tak hidup di alam baka, bunda hidup di alam yang fana. alam realitas. tak perlu lagi nanda mengidamkan lelaki sempurna itu: soleh, tampan, baik hati dan kaya meraya. sudahlah.

ah nandaku, bagi bunda, cukuplah nanda mendapatkan seorang lelaki saja! seorang saja. ia memang tidak lelaki sempurna. ia memang tidak soleh, tapi ada saatnya dia menjadi soleh dengan belas kasih. dia memang tidak tampan, tapi selalu hatinya tampan oleh senyum yang penuh kasih. dia terkadang tidak baik hati, tetapi ada saatnya pada satu tindakan tertentu perbuatannya itu merajai apapun yang telah dilakukannya, juga dengan belas kasih. dan dia juga tidak kaya, karena belas kasih telah membuatnya miskin harta api tidak miskin budi.

ah nandaku, lelaki itu biar saja tak mencintai bunda, tapi mencintai budi. biar saja tidak mencintai bunda, tapi menerima seluas-luasnya budi nanda sendiri. lelaki itu biar saja tidak mencintai bunda, tapi mencintai cinta nanda sendiri padanya. bagi bunda, biarlah dia menjadi belahan hati nanda, bukan belahan hati bunda. cukuplah nanda saja yang menjadi bagian paling dalam di hati bunda. hati bunda sudah cukup penuh dengan cinta dan belas kasih nanda sendiri.

ah nandaku, lupakan tangis nanda, tersenyumlah. tertawalah. pilihlah lelaki yang nanda merasa penuh yakin padanya. dan tak goyah. mungkin nanda sulit mencarinya, seperti mencari angin dalam tiupan badai sekalipun. tapi percayalah pada bunda dan yang telah bunda ajarkan selama ini: mulailah dari diri sendiri. jadikanlah sang idaman itu adalah nanda sendiri, bukan si lelaki itu. kebaikan telah mengajarkan kita: buahnya tak akan jatuh ke pohon yang lain. buah kebajikan adalah kebajikan itu sendiri. buah kebaikan dalam diri kita adalah kebaikan pula untuk kita sendiri.

ah nandaku, surat nanda memang tak pernah terkirimkan dengan sempurna sampai ke bunda, tapi bunda telah merasa bisa membaca semuanya.

ah nandaku, tak perlu pula nanda obat penghilang ingatan: biarlah ingatan nanda penuh dengan kasih, penuh dengan sayang, dan penuh dengan cinta. pilihan nanda adalah pilihan bunda; dan doa bunda akan selalu menyertai pilihan nanda. hanya kepada-Nya-lah kita berserah diri, dan hanya pada-Nya-lah pula kita mendambakan kebahagiaan kita........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun