Mohon tunggu...
Fatya Nurbaittrisna
Fatya Nurbaittrisna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Saya adalah Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dengan ketertarikan di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hoaks vs Fakta: Menyingkap Mitos yang Mengelilingi Wolbachia

17 Desember 2023   17:15 Diperbarui: 26 Desember 2023   07:49 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat tanah air mungkin sudah sedikit familier dengan Wolbachia. Dalam beberapa pekan terakhir, Wolbachia menjadi sorotan layaknya selebriti yang sedang naik daun. Publik ramai membicarakan tentang pelepasan nyamuk Wolbachia di beberapa wilayah. Pelepasan tersebut merupakan upaya pemerintah guna menekan angka kejadian demam berdarah. Maraknya isu miring mengenai nyamuk Wolbachia, tampaknya menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. 

Beredar isu bahwa nyamuk Wolbachia merupakan hasil rekayasa genetik. Pemerintah juga diisukan sedang menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan nyamuk Wolbachia. Hal tersebut tentunya membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tak tinggal diam. Melalui website dan akun media sosial resmi, Kemenkes gencar memberikan informasi seputar nyamuk Wolbachia guna memberantas adanya isu-isu miring tersebut. 

Dalam salah satu unggahan di media sosial Kemenkes RI, Prof. Adi Utarini selaku Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar. Tidak ada rekayasa genetik karena sejatinya nyamuk Wolbachia adalah nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi bakteri Wolbachia. Bakteri tersebut merupakan bakteri alami yang dapat ditemukan di berbagai jenis serangga seperti lalat buah, ngengat, dan kupu-kupu. 

"Wolbachia yang ada di tubuh nyamuk Aedes aegypti sama dengan Wolbachia yang ada di inangnya, yaitu lalat buah, dan karakteristik nyamuknya juga sama dengan karakteristik nyamuk Aedes aegypti yang ada di alam," ujar Prof. Adi Utarini. Penelitian dan uji coba mengenai nyamuk Wolbachia juga telah dimulai sejak 12 tahun silam, sehingga masyarakat bukanlah kelinci percobaan dari pelepasan nyamuk Wolbachia. 

Tidak hanya sampai di situ, beredar juga isu mengenai nyamuk Wolbachia yang dapat menyebabkan penyakit Japanese encephalitis atau radang otak. Pada unggahan lain di media sosialnya, Kemenkes juga dengan tegas membantah isu tersebut. Faktanya, penyakit radang otak disebabkan oleh virus Japanese encephalitis dan ditularkan melalui nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Jadi, penyakit Japanese encephalitis tidak ada hubungannya dengan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.

Yuk, tingkatkan kewaspadaan terhadap informasi yang kita terima. Pastikan selalu cek dan verifikasi sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi lebih lanjut. Dengan langkah tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan informasi yang mendukung pencegahan penyakit dan promosi gaya hidup sehat untuk Indonesia yang lebih sejahtera.

Fatya Nurbaittrisna

Komunikasi Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga

#UNAIR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun