Wolbachia. Dalam beberapa pekan terakhir, Wolbachia menjadi sorotan layaknya selebriti yang sedang naik daun. Publik ramai membicarakan tentang pelepasan nyamuk Wolbachia di beberapa wilayah. Pelepasan tersebut merupakan upaya pemerintah guna menekan angka kejadian demam berdarah. Maraknya isu miring mengenai nyamuk Wolbachia, tampaknya menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.Â
Masyarakat tanah air mungkin sudah sedikit familier denganBeredar isu bahwa nyamuk Wolbachia merupakan hasil rekayasa genetik. Pemerintah juga diisukan sedang menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan nyamuk Wolbachia. Hal tersebut tentunya membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tak tinggal diam. Melalui website dan akun media sosial resmi, Kemenkes gencar memberikan informasi seputar nyamuk Wolbachia guna memberantas adanya isu-isu miring tersebut.Â
Dalam salah satu unggahan di media sosial Kemenkes RI, Prof. Adi Utarini selaku Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar. Tidak ada rekayasa genetik karena sejatinya nyamuk Wolbachia adalah nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi bakteri Wolbachia. Bakteri tersebut merupakan bakteri alami yang dapat ditemukan di berbagai jenis serangga seperti lalat buah, ngengat, dan kupu-kupu.Â
"Wolbachia yang ada di tubuh nyamuk Aedes aegypti sama dengan Wolbachia yang ada di inangnya, yaitu lalat buah, dan karakteristik nyamuknya juga sama dengan karakteristik nyamuk Aedes aegypti yang ada di alam," ujar Prof. Adi Utarini. Penelitian dan uji coba mengenai nyamuk Wolbachia juga telah dimulai sejak 12 tahun silam, sehingga masyarakat bukanlah kelinci percobaan dari pelepasan nyamuk Wolbachia.Â
Tidak hanya sampai di situ, beredar juga isu mengenai nyamuk Wolbachia yang dapat menyebabkan penyakit Japanese encephalitis atau radang otak. Pada unggahan lain di media sosialnya, Kemenkes juga dengan tegas membantah isu tersebut. Faktanya, penyakit radang otak disebabkan oleh virus Japanese encephalitis dan ditularkan melalui nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Jadi, penyakit Japanese encephalitis tidak ada hubungannya dengan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.
Yuk, tingkatkan kewaspadaan terhadap informasi yang kita terima. Pastikan selalu cek dan verifikasi sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi lebih lanjut. Dengan langkah tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan informasi yang mendukung pencegahan penyakit dan promosi gaya hidup sehat untuk Indonesia yang lebih sejahtera.
Fatya Nurbaittrisna
Komunikasi Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H