Mohon tunggu...
Mardiana Fatwaningrum
Mardiana Fatwaningrum Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

sedang belajar merajut.\r\nmerajut hati, mimpi, puisi dan tali ^^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

sebelum kau menutup pintu

3 Januari 2011   17:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sesuatu dan seseorang, selalu membuat suatu kenangan. Dan, kenangan itu akan menjadi semakin sempurna bagiku jika sesuatu itu adalah cinta dan seseorang itu adalah kamu.

Sudah sekian lama setelah kita bertemu pertama kali. Satu demi satu kejadian-kejadian meloncat-loncat, membawa kita mengarunginya dari suasana satu ke suasana lainnya. Aku bisa merekam semua ekspresimu. Kenangan mulai tercipta, dan aku yang paling merasakannya. Bahagiamu, sedihmu, marahmu. Tawamu, air matamu. Caramu memandang dunia, caramu memandang dirimu, dan caramu memandangku.

Sudah sekian lama waktu itu berlalu. Bahkan aku masih sangat bisa mengingatnya padahal memoriku rapuh. Rapuhnya memori ini tidak pernah bisa membuatku melupakanmu dan kenangan yang pernah kita buat.

Sudah sekian lama waktu itu berlalu. Dan, saat ini aku mengerti. Kenangan itu banyak membawa emosi padaku. Kangen, bahagia, sedih, marah.Betapa penuhnya aku. Aku bersyukur telah bisa merasakannya. Karena harus aku akui aku tak pernah merasa bahagia sebahagia bersamamu.

Namun, beberapa waktu ini aku tak bisa mengendalikannya, aku tak bisa mengendalikan rasaku. Aku selalu terpuruk jika mengingatmu. Itu setelah rasa ini seperti tak berbalas lagi. Aku memang hanya merasa, karena inilah yang paling aku kuasai. Tapi, rasa ini begitu kuat, aku tahu itu dengan instingku.

Sesuatu dan seseorang selalu membuat suatu kenangan. Aku telah memutuskan untuk tak menangis lagi saat mengingatmu, aku tak ingin menangis lagi saat mengenangmu. Karena kenangan bersamamu adalah sempurna, dan aku akan bernostalgia dengan tersenyum, dengan ataupun tanpamu. Bahkan jika kau benar-benar menutup pintumu.

Maka, sebelum kau menutup pintu, ijinkan aku menyentuhmu. Sekali saja. Tanpa banyak kata.

Sep 3, ‘07

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun