tepuk riuh rendah
waktu kutemukan boneka ini layu
dari tangan ombak yang aku tidak tahu:
bergelombang tinggi sampai ujung genting,
lalu membawa siapa saja kecuali aku.
.
meski basah dan bau,
boneka ini manis. bibirnya dikulum senyum,
selalu memandangku namun bisu.
.
kucuci, kuberi wangi.
peluk hangatku untuknya
agar dingin tak dirasa
dan kami bermain lagi
.
andai boneka ini pemberian ibu
pasti warnanya tidak ungu
tapi biru. seperti laut,
yang kata ibu seindah cintanya padaku.
sayang, aku tak setuju
.
biru itu bisa jadi putih, kemudian buih
dan mengajak serta ibu bersamanya
dalam gulungan raksasa yang tak kukira.
cintakah itu?
.
aku tak tahu
.
hanya boneka ini, temanku,
pemain sepi baik hati.
tiap sore kuajak ke pantai
sambil menanti merah mentari kembali,
.
dan kudekap ia rapat-rapat
bila kusaksikan laut mengungu dan berderu
agar tak merenggut bonekaku
.
.
-------------
berkolaborasi dengan mas naim (no. 149: duet kolaps), trimakasih mas tetangga ^^
-------------
UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA FFK YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI BLOG KF sbb: KampungFiksi@Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H