Mohon tunggu...
Hutama Karim
Hutama Karim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

TK Dharma Wanita

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Indonesia (?)

17 Desember 2011   12:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi, seperti konsep-konsep politik terapan lainnya, kekuasaan, pemerintahan, birokrasi adalah istilah-istilah yang sering kita dengar. Konsep demokrasi inilah yang menjadi dasar dalam menjalankan pemerintahan di negeri kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika kita lihat kembali sejarah bangsa kita dari zaman kerajaan, tentunya kita akan melihat banyak sekali ketidakcocokan sitem demokrasi ini dengan sistem-sistem pemerintahan zaman kerajaan yang sebagian besar menggunakan sistem pemerintahan otoriter dimana semua keputusan diambil oleh seorang raja dan rakyat hampir tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat mereka dalam mengatur jalannya pemerintahan. Tidak jarang jika raja-raja dahulu sering mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyatnya hanya untuk kepentingan pribadinya. Setelah melewati zaman kerajaan, bangsa Indonesia masuk dalam zaman penjajahan. Di zaman inilah banyak sekali penderitaan yang dialami nenek moyang kita. Mulai dari Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris bahkan sesama bangsa Asia, Jepang secara bergantian menjajah bangsa kita dalam kurun waktu kurang lebih 350 tahun. Dalam kurun waktu 3.5 abad ini, bangsa kita tidak diberi kebebasan sama sekali untuk mengatur hidupnya sendiri. Kondisi ini bahkan lebih parah dibanding tindakan otoriter zaman kerajaan, bangsa kita dipaksa bekerja untuk kepentingan penjajah dan hanya dibayar sesuka mereka atau bahkan sampai tidak diberi imbalan baik secara ekonomi maupun status sosial. Kondisi seperti inilah yang akhirnya membuat para intelektual pribumi produk politik etis Belanda bangkit dan mulai melawan terhadap semua ketidakadilan penjajah hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia secara resmi memproklamasikan berdirinya Negara Republik Indonesia.
Babak baru untuk bangsa Indonesia, atas nama kemerdekaan, bangsa Indonesia mulai mengatur hidupnya sendiri demi kesejahteraan bersama rakyat Indonesia. Dalam organisasi berbentuk negara republik inilah para intelektual pribumi mengatur pemerintahan. Dalam pemerintahan republik ini diletakkanlah dasar kedaulatan rakyat dimana konsep demokrasi secara resmi muncul pertama kali ditengah kehidupan bangsa Indonesia dan hingga kini sistem demokrasi masih menjadi dasar pemerintahan Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, demokrasi di Indonesia ini ternyata tidak begitu baik implementasinya terhadap perkembangan nasional. Hal ini dibuktikan dengan maraknya penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemerintah dalam mengelola kebijakan untuk rakyat. Dalam kurun waktu 66 tahun sejak negara ini berdiri, kita belum menuai masa-masa kejayaan apalagi keindahan. Bahkan realitasnya justru terbalik, duka, kemalangan dan kepedihan terus datang silih berganti mewarnai negeri ini. Saat kepemimpinan orde lama konsep demokrasi telah beberapa kali mengalami distorsi pada implementasinya, yaitu ketika pengangkatan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup yang berarti rakyat tidak berhak untuk memilih pemimpin mereka dan perubahan sistem ketatanegaraan saat sistem demokrasi liberal berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin. Kenyataannya, tak ada demokrasi yang terpimpin karena kedekatan Soekarno dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) melahirkan sistem demokrasi ini. Beberapa media massa saat itu dibungkam, seperti dikatakan oleh Soe Hok Gie dalam catatannya yang kemudian dibukukan dengan judul Catatan Seorang Demonstran bahwa kita seolah-seolah merayakan demokrasi tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah. Dalam tulisan Gie tersebut dapat kita lihat bagaimana media massa saat itu dibungkam habis-habisan jika mereka mengkritik pemerintah, selain itu stasiun-stasiun radio juga dikuasai oleh pemerintah dan hanya menyebarkan kebohongan-kebohongan kepada publik tentang kondisi negara saat itu. Dalam catatan tersebut juga dijelaskan bahwa pemerintahan Soekarno pun banyak meniru gaya raja-raja Jawa seperti sikap otoriter, beristri banyak dan membangun banyak istana. Kondisi ini berakhir saat mahasiswa yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) akhirnya turun ke jalan menuntut perubahan yang kemudian terkenal dengan sebutan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat). Setelah itu Presiden Soekarno mengakhiri masa jabatannya ditandai dengan turunnya Surat Perintah Sebelas Maret yang kemudian dikenal dengan SUPERSEMAR.
Keberhasilan saat rezim orde baru pun ternyata banyak yang manipulatif dan semu karena dinilai demokrasi pada saat itu demokrasi yang terkekang, contohnya tregedi pembersihan besar-besaran para simpatisan PKI yang melangar HAM, pembredelan beberapa media massa, salah satunya Majalah Tempo pada tahun 1997 merupakan salah satu penyelewengan substansi demokrasi karena media massa saat itu juga dilarang menyebarkan berita-berita yang dinilai menentang pemerintahan Soeharto. Alhasil, tahun 1998 mahasiswa kembali turun ke jalan menuntut Soeharto turun dari tahta kepresidenan.
Setelah mengalami dua masa pengekangan demokrasi, akhirnya demokrasi pun kembali tegak dibawah panji-panji reformasi. Zaman reformasi inilah yang sampai sekarang kita rasakan. Pers atau media massa kini bergerak dengan bebasnya. Namun, hal ini justru malah memperparah kondisi sosial masyarakat. Kritik demi kritik terhadap pemerintah bergulir seakan-akan hanya untuk mengompori masyarakat, bahkan pers sekarang cenderung berat sebelah antara pers yang dikuasai oleh pemerintah dan pers yang dikuasai pihak oposisi. Rakyat yang tak tahu apa-apa hanya mudah terpancing dan terpengaruhi seakan digiring untuk tidak memikirkan kondisi riil dalam masyarakat. Kedaulatan rakyat seakan-akan hanya omong kosong belaka. Suara hati masyarakat tak ubahnya hanyakumpulan rengeken-rengekan tak berdaya di bawah kekuasaan politik. Para calon pejabat dan pejabat kebanyakan hanya berpikir bagaimana mencapai puncak kepemimpinan, mereka terkadang tak ingat bahwa tujuan mereka duduk di pemerintahan adalah untuk menyejahterakan rakyat yang menjadi tujuan dari penegakan sistem demokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun