Kau telah membangun taman di depan kontrakan.
Menanam tumbuhan yang tak pernah berbunga dan berbuah, dan tak kunjung besar. Dulu bapakmu sering mengutuk tumbuhan sejenis itu. Tak berguna, katanya. Tapi kau ingin sekali membangun taman kecil buat anak lelakimu yang belum juga kau beri nama. Kelak kita akan memperhitungkan nama yang tepat buat lelaki sepertimu, katamu, suatu kali pada anakmu yang baru bisa menangis.
Aku salut dengan hobimu: bertaman.
Seorang teman berdecak kagum padamu dari atas mobilnya yang tak juga laku terjual. Hobi lelakikota, yang kaya. Ia berkata dengan mimik serius bersama letupan ingus. Kamu meminta rokoknya sebatang yang sebesar lidi sapu yang dipakai istrimu menyapu air di selokan hitam samping rumah. Rokokmu kecil sekali, katamu. Ini rokok green peace, katanya. Asap mengepul di udara.
(Sawahan, Januari 2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H