Berbulan-bulan kemudian aku baru sadar ada kepingan cerita yang hilang dari kejadian di kelas Ipa 1 saat jam kosong ketika mata kami beradu pandang. Bunga kertas yang diberi bukan sekadar coretan catatannya. Ternyata itu adalah surat cinta. Bahwa dia menyukaiku dan memintaku untuk jangan dulu pulang saat bel berbunyi karena dia ingin menyatakan secara langsung.
Siapa sangka surat cinta yang harusnya kubaca hari itu malah kubaca sekarang? Salahnya juga tidak berkata apa pun saat memberi bunga kertas tersebut. Tentu aku tidak tahu dan malah menyimpannya sebagai bunga kertas yang menorehkan luka. Teringat pada hari yang sama aku buru-buru pulang karena perut keram tanda menstruasi. Lalu dia mengira bahwa aku telah menolaknya halus hingga menghindariku beberapa hari dan sempat memacari cewek lain hanya agar aku cemburu. Astaga, jika diingat lagi itu sangat kekanakan.
Namun, aku beruntung bisa tahu kepingan cerita itu hari ini. Meski teramat terlambat, setidaknya kemarin dia sudah mengikatku lewat akad dan sekarang kami tertawa di kamar pengantin atas kesalahpahaman bertahun-tahun lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H