Tadi sore selepas kegiatan pertandingan bola di lapangan, kami mahasiswa KKN masih mengobrol dengan karang taruna remaja yang rata-rata juga sebagai pemain bola dari desa ini. Sebagai tuan rumah mereka berhasil unggul 2-0 dan otomatis euforia benar-benar terpancar dari wajah-wajah penuh keringat itu. Hal tersebut membuat kami mengobrol selayaknya teman akrab satu sama lain.Â
Sebenarnya sejak awal datang hingga saat penggalangan dana kegiatan dan persiapan acara, kami semua sudah mulai akrab, tapi sore ini rasanya lebih begitu erat. Kami sungguh menikmati obrolan yang topiknya berganti-ganti. Hingga seseorang tiba-tiba berceletuk, bertanya mengapa kami tidak takut tinggal di rumah ujung jalan yang mana merupakan posko kami.Â
Kami mahasiswa yang berjumlah sembilan orang hanya saling bertatapan.Â
"Kami nggak takut kok, cuma dikit aja," kata Dani yang mengundang tawa.Â
Jujur saja kesan awalku untuk rumah itu hanyalah rumah yang tidak terawat. Wajar saja sebab rumahnya sudah beberapa bulan ditinggalkan pemiliknya yang sudah pindah ke kota. Kami semua tinggal di situ, lima orang perempuan menghuni dua kamar di ruang depan dan ruang tengah, sementara empat laki-laki di kamar dekat dapur.Â
Ada Pak Setyo yang merupakan adik dari pemilik rumah ini yang terkadang memantau kami. Kurasa selama hampir dua minggu ini semuanya aman terkendali.Â
Kecuali kejadian dua malam yang lalu di mana Kevin sempat melihat sosok berambut panjang tengah berdiri membelakanginya di pohon bambu depan rumah. Jujur kami ketakutan bukan main, tapi teman laki-laki serta anggota karang taruna berhasil mengubah suasana dan kami sepakat untuk tidak berlarut-larut pada kejadian itu.Â
Makanya kami hanya cengar-cengir jika ditanya apakah sudah pernah ada kejadian horor. Kami enggan mengungkitnya.Â
Seusai obrolan itu kami segera bubar karena sudah hampir waktu magrib. Kami mahasiswa pun pulang ke posko. Aku dan Reira yang menempati kamar kedua buru-buru bergantian mandi sebelum teman cewek yang lain datang sebab kamar mereka tidak ada kamar mandi.
"Cici mana?" tanyaku yang sudah selesai berganti pakaian. Di sini hanya ada Hafsah yang menunggu giliran sebab Gia masih di dalam kamar mandi.Â
"Di kamar sebelah. Dia mau mandi yang paling terakhir soalnya lagi halangan," jawab Hafsah.Â