Kita sebagai pengguna media sosial mungkin pernah menemukan artikel yang dibagikan secara beruntun oleh group-group yang kita ikuti. Salah satu artikel yang pernah saya dapat yaitu artikel tentang 19 jenis minuman mengandung aspartam yang berdampak kepada pengerasan otak. Nah, sebagai salah satu Guru di SMP, saya merasa cukup terganggu dengan artikel yang memberikan informasi hoax ini pasalnya beberapa anak dikelas menanyakan hal tersebut pada saat pelajaran memasuki materi zat aditif pada makanan. Sebab, aspartam merupakan pemanis buatan yang tidak hanya terdapat pada 19 jenis minuman tersebut, tapi digunakan di berbagai makanan yang manis.
Aspartam ini telah disetujui oleh FDA sebagai pemanis buatan yang aman untuk dikonsumsi sejak 1981. BPOM mengijinkan aspartam sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 40 mg/kg berat badan. Pada kenyataannya, jumlah yang kita konsumsi lebih sedikit yaitu 10 % dari ADI karena aspartam memiliki tingkat kemanisan yang tinggi.
Sayangnya, informasi yang tentang bahaya aspartam di 19 jenis minuman tersebut terlanjut tersebar luas di media sosial. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang berita yang layak dan terverifikasi masih minim. Saat ini, pengguna internet dan media sosial tidak hanya dari kalangan dewasa, tapi juga remaja dan anak-anak yang notabene pengetahuan tentang media sangat rendah.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan pengguna internet Indonesia tahun 2016 mencapai 132,7 juta atau 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia 256,2 juta. Dari jumlah tersebut generasi muda memiliki angka tertinggi sebagai pengguna internet yaitu lebih dari 80 persen.
Temuan yang paling mengejutkan pengguna usia 10-14 tahun yang mencapai 768 ribu pada tahun 2016. Sedangkan untuk konten media sosial merajai sebagai konten internet yang paling sering diakses netizen. Tercatat 97,4 persen orang Indonesia mengakses akun media sosial saat mengunakan internet.
Melihat fakta tersebut, kita sudah selayaknya khawatir dengan penyebaran berita hoax yang sangat mudah diterima oleh generasi muda bahkan anak-anak. Berita hoax memiliki dampak negatif cukup besar karena akan dianggap masyarakat sebagai kebenaran.
Jika satu orang menyebarkan satu berita hoax kedalam group yang beranggotaklan 50 orang dan setiap anggota membagikan berita hoax ke group lainnya maka yang akan terjadi kebenaran berita hoax seolah-olah nyata karena sudah dipercayai oleh orang banyak.
Besar dan kecilnya dampak hoax tergantung pada berita yang kita sebarkan. Contohnya jika berita hoax yang kita sebarkan tentang pelanggaran presiden terhadap Undang-Undang sehingga menyebabkan demo masal penuntutan presiden mundur, maka dampak berita hoax bisa dikatakan besar. Sebaliknya, jika berita hoax hanya lingkup keluarga dampaknya juga hanya lingkup tersebut.
Untuk itu kita sebagai salah satu pengguna media sosial seharusnya cerdas dalam menggunakannya. Informasi yang kita terima dari media soial baik dari, youtube, wathapps, line, BBM, dan yang lainnya terlebih dahulu harus dicermati dan dipastikan kebenarannnya. Jangan langsung disebarkan, sebab tanpa disadari kita telah menjadi salah satu penyebar berita hoax.
Berikut ini cara sederhana untuk mendeteksi berita hoax. Pertama, waspadai bila berita memiliki 5 tanda berikut, karena ada kemungkinan berita tersebut hoax, yaitu :
1. Ada kata-kata : Sebarkanlah! Viralkanlah! (dan sejenisnya).