Mohon tunggu...
Fatmawati
Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNS

Saya adalah mahasiswa UNS dengan program studi Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia, semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis dan tentunya sejalur dengan prodi yang saya ambil.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menyingkap Pesona Ragam Bahasa Jawa Ngomong Semarangan

12 Januari 2024   13:10 Diperbarui: 12 Januari 2024   13:21 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pinterest

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang kaya akan nilai-nilai budaya, tradisi, dan sejarah. Bahasa Jawa ini memiliki peran penting dalam membentuk identitas masyarakat Jawa. Tapi dalam setiap kota di Jawa, bahasa Jawa menjadi pintu gerbang menuju dunia keunikan budaya lokal. Saat ini, bahasa Jawa begitu menyebar dengan luasnya di seantero Indonesia karena adanya arus globalisasi. Contoh saja siapa yang tidak kenal dengan Didi Kempot "The Godfather of Broken Heart" alias "Bapak Patah Hati Nasional" karena kepiawaiannya membawa pendengar larut dalam emosi ketika mendengarkan lagunya yang berbahasa Jawa.  

Bagi saya sebagai keturunan tulen suku Jawa dan bertempat tinggal di Sragen, Jawa Tengah, tentu bangga dapat mengetahui dan menguasai bahasa Jawa sejak dini. Tapi anehnya, meskipun saya suka Didi Kempot dan saya dari Sragen, justru saya malah tertarik dengan ragam kosa kata bahasa Jawa dari kota Semarang. Saya menyebutnya dengan istilah "Ngomong Semarangan".  Semarang yang begitu kaya akan sejarah dan keberagaman, tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi berbagai suku dan etnis, tetapi juga menampung sebuah bahasa Jawa khas yang menarik dan memesona. "Ngomong Semarangan" bukanlah sekadar berkata-kata. Lebih dari itu "Ngomong Semarangan" ini adalah perjalanan melintasi hamparan wacana lisan yang penuh warna dan kisah. Dalam setiap kata, masyarakat Semarang mengukir makna dan identitas budaya mereka sendiri.

Ngomong Semarangan menjadi nyanyian hidup, tempat dimana kata-kata bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga lukisan linguistik yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Dari kata "nyedot" yang memberi nuansa asyik saat minum kopi di pinggir Jalan Pandanaran, hingga kata-kata lembut seperti "opo kabare" yang menggambarkan keakraban dalam bertegur sapa. Kosa kata Semarang membentuk sebuah peta yang menunjukkan kompleksitas dan kekayaan budaya. Selain dua kata tersebut, ada beberapa kosa kata bahasa Jawa lainnya yang khas dari kota yang dikenal akan lumpianya ini, yakni sebagai berikut.

  • Deknen

Dalam bahasa Jawa khususnya dalam dialek Semarangan, kata deknen yang memiliki arti sama dengan "dia" atau "mereka". Pentingnya pemahaman terhadap dialek ini tercermin dalam praktik sehari-hari masyarakat Jawa, di mana penggunaan dialek tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai penanda daerah asal seseorang.  

"Deknen mau dikon ibune tuku buah ik"

" Dia tadi disuruh ibunya beli buah"

  • Aeng-aeng

Dalam masyarakat Semarang, aeng-aeng diartikan sebagai kata yang menggambarkan seseorang yang memiliki sifat banyak maunya. Istilah ini menjadi semacam penanda untuk menggambarkan perilaku atau sikap seseorang yang terlalu menuntut atau memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap orang lain dalam relasi interpersonal.

"Halah, adik kih aeng-aeng wae, ya uwis ndang dijikuk kuwi"

"Halah, adik ini banyak maunya, ya udah cepet ambil sana"

Dalam konteks bahasa Jawa, versi umum dari aeng-aeng dapat diungkapkan sebagai akeh karepe dalam bahasa Jawa Ngoko atau kathah kersanipun dalam bahasa Jawa Krama.

  • Blaik 

Blaik merupakan kata eksklamatif yang digunakan dalam dialek Jawa Semarangan, memiliki arti kurang lebih sama dengan kata "waduh" atau "walah" dalam bahasa Indonesia. Fungsi utama dari kedua kata ini adalah sebagai ungkapan kekagetan atau terkejut dalam situasi tertentu. 

"Blaik, lha ndek mau tak parker ng ngarep mobil kuwi i mas, sik tak golekane"

" Waduh, tadi aku parkirin di depan mobil itu mas, bentar tak cari dulu"

  • Waung 

Di Semarang, waung yang diartikan sebagai anjing. Dalam kehidupan sehari-hari, orang awam cenderung menyebut hewan sahabat manusia ini dengan sebutan "asu" dalam bahasa Jawa Ngoko. Namun, dalam konteks bahasa Krama, istilah yang digunakan adalah "segawon."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun